Proyeksi harga emas di pasar global masih menunjukkan potensi kenaikan, terutama jika bank sentral utama dunia mulai melonggarkan kebijakan moneternya.
Di sisi lain, pasar saham menunjukkan gambaran yang lebih kompleks. Beberapa sektor mungkin tertekan, namun sektor lain yang defensif (seperti barang konsumsi primer atau kesehatan) cenderung lebih stabil.
Para analis melihat gejolak saat ini sebagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, ada risiko penurunan lebih lanjut. Di sisi lain, ini menciptakan peluang "diskon" untuk membeli saham-saham berfundamental kuat dengan harga lebih murah bagi investor jangka panjang.
Prediksi para ahli tidak mengerucut pada satu pilihan, melainkan pada strategi. "Tidak bijaksana untuk bertaruh semua pada satu kuda," ungkap seorang analis investasi.
"Di tengah ketidakpastian 2025, portofolio yang seimbang adalah raja. Kombinasi antara stabilitas emas dan potensi pertumbuhan selektif dari saham bisa menjadi formula yang paling optimal."
Siapa Pemenangnya? Jawabannya Ada di Diri Anda
Jadi, investasi emas atau saham? Jawabannya tidak hitam-putih. Pemenang sesungguhnya bergantung pada tiga hal. Profil risiko, tujuan keuangan, dan jangka waktu investasi Anda.
Jika Anda investor konservatif, memiliki tujuan jangka pendek (di bawah 3 tahun), dan memprioritaskan keamanan dana di atas keuntungan maksimal, emas adalah pilihan yang lebih aman dan menenangkan.
Jika Anda investor agresif, memiliki tujuan jangka panjang (di atas 5-10 tahun), dan siap menghadapi fluktuasi demi imbal hasil yang lebih tinggi.
Baca Juga: BI Klaim IHSG Rebound Berkat Negosiasi Tarif Trump dan Optimisme Pelaku Pasar
Saham dari perusahaan-perusahaan unggulan tetap menjadi pilihan yang sangat menarik.
Namun, strategi paling cerdas di tahun 2025 mungkin adalah tidak memilih satu, melainkan melakukan diversifikasi.
Alokasikan sebagian dana Anda pada emas untuk stabilitas dan perlindungan nilai, dan sebagian lagi pada saham-saham pilihan untuk menangkap peluang pertumbuhan jangka panjang.