Suara.com - Rilis data pertumbuhan ekonomi Triwulan II 2025 yang mencapai 5,12 persen (y-on-y) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) memicu kegaduhan.
Angka fantastis ini terasa janggal dan menuai keraguan dari berbagai lembaga ekonomi, baik di dalam maupun luar negeri.
Banyak pihak meragukan validitas data tersebut. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, misalnya, meramalkan pertumbuhan hanya di kisaran 4,78 persen.
Sementara Bank Indonesia memproyeksikan antara 4,7 persen hingga 5,1 persen. Bahkan, lembaga multilateral seperti IMF dan Bank Dunia pun meramalkan angka di bawah 5 persen.
Muhammad Anwar, peneliti Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), mengaku terkejut.
"Pertumbuhan ini justru terasa kontras dengan berbagai indikator makro lain yang menunjukkan sinyal perlambatan," komentarnya.
Senada, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, terang-terangan tidak percaya.
"Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 penuh kejanggalan dan tanda tanya publik. Saya tidak percaya dengan data yang disampaikan mewakili kondisi ekonomi yang sebenarnya," tegasnya.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menanggapi keraguan ini dengan tenang.
Baca Juga: Ukuran Kemiskinan Bukan Sekadar Pengeluaran! Kritik Pedas The Prakarsa untuk BPS
Ia menegaskan, BPS menggunakan metode standar internasional dan data pendukung yang sudah matang.
"Kan sudah ada standar internasional," ujar Amalia singkat usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Rabu (6/8/2025).
Pembelaan paling gamblang justru datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dalam konferensi pers, Selasa (5/8/2025), Sri Mulyani 'membongkar' rahasia di balik angka pertumbuhan yang mengagetkan itu.
Menurutnya, pertumbuhan ini ditopang fondasi kuat dari konsumsi rumah tangga yang solid (4,97 persen), didukung inflasi yang terjaga di 2,18 persen.
Kenaikan belanja masyarakat ini, kata Menkeu, bukan terjadi begitu saja. Peran pemerintah terlihat dari pemberian stimulus seperti diskon tarif transportasi dan penurunan PPN saat libur sekolah dan hari besar keagamaan.