- Menteri Keuangan Hadapi Tantangan Beban Cukai Rokok Terhadap Industri Tembakau
- Terdapat Isu PHK Para Pekerja PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
- Pemerintah Masih Memantau Kondisi Isu PHK di Industri Tembakau
Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) baru langsung dihadapkan pada tantangan besar, beban cukai rokok yang kian berat dinilai berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tembakau.
Isu PHK besar-besaran di PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencuat di media sosial dan memicu kekhawatiran publik, mengingat perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 30 ribu karyawan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menilai kenaikan beban cukai dan regulasi kesehatan yang semakin ketat menjadi penyebab utama tekanan terhadap industri rokok.
"Di satu sisi, tarif cukai rokok tiap tahun terus dinaikkan. Di sisi lain, aturan kesehatan terhadap rokok juga makin diperketat. Ini kebijakan yang terkesan mendua," ujarnya di Jakarta, Selasa (9/9/2025).

Meski tahun ini tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tidak naik, pemerintah tetap menaikkan harga jual eceran (HJE) hampir semua produk tembakau melalui PMK Nomor 96 dan 97 Tahun 2024.
Yahya mengingatkan pemerintah agar tidak terus menekan industri rokok, mengingat kontribusinya yang sangat besar bagi penerimaan negara.
"Industri rokok menyumbang sekitar Rp 230 triliun dalam bentuk cukai, dan mempekerjakan sekitar 2 juta orang, baik langsung maupun tidak langsung," imbuhnya.
Tekanan terhadap industri tembakau tercermin jelas pada kinerja keuangan Gudang Garam. Laba bersih anjlok 81,57 persen, dari Rp5,32 triliun pada 2023 menjadi Rp 980,8 miliar pada 2024.
Penurunan berlanjut di semester I 2025, dengan pendapatan turun 11,3 persen secara tahunan menjadi Rp 44,36 triliun. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hanya mencapai Rp 117,16 miliar.
Baca Juga: Jadi Menteri Pengabdi Terlama, Ingat Lagi Prestasi dan Kontroversi Sri Mulyani Selama Jadi Menkeu
Jika tren ini berlanjut, laba tahunan diperkirakan tak lebih dari Rp234 miliar, jauh di bawah capaian tahun sebelumnya.
Kondisi keuangan yang memburuk ikut menyeret harga saham GGRM. Dari puncaknya di Rp 83.650 per lembar, kini sahamnya hanya berkisar Rp 8.800. Bahkan pada 8 April 2025 sempat menyentuh level terendah tahun ini di Rp 8.675 per lembar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan pemerintah masih memantau perkembangan situasi.
"Kami terus memonitor perkembangannya. Hingga kini belum ada laporan resmi dari Gudang Garam terkait PHK," katanya, Senin (8/9/2025).
Namun, sejumlah pihak menilai tekanan beban cukai dan lemahnya daya beli masyarakat membuat industri tembakau kian sulit bertahan. Efisiensi, termasuk merumahkan karyawan, menjadi pilihan pahit yang terpaksa diambil.