Trump Bikin Bitcoin Anjlok, Ini Penyebab dan Prediksi Harganya

Achmad Fauzi Suara.Com
Senin, 13 Oktober 2025 | 08:26 WIB
Trump Bikin Bitcoin Anjlok, Ini Penyebab dan Prediksi Harganya
Ilustrasi bitcoin (Photo by Traxer on Unsplash)
Baca 10 detik
  • Bitcoin anjlok tajam setelah Trump umumkan rencana kenaikan tarif China. 

  • Anjloknya harga picu likuidasi posisi long senilai lebih dari USD 8 miliar. 

  • Koreksi Bitcoin reaksi risiko makro, bukan fundamental aset yang melemah.

Suara.com - Harga Bitcoin anjlok tajam setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana kenaikan tarif besar terhadap produk China. Bitcoin sempat merosot hingga USD 105.000 dalam satu jam, sebelum kembali di atas USD 111.000.

Penurunan ini bersamaan dengan ancaman baru dari Gedung Putih, di mana Trump menyatakan Amerika Serikat akan menaikkan tarif impor dari China menjadi 100 persen serta memberlakukan pembatasan ekspor pada perangkat lunak penting.

China merespons dengan mengenakan biaya baru untuk kapal terkait AS mulai 14 Oktober, meniru langkah AS, yang berpotensi mengganggu rantai pasok dan jalur pengiriman global.

Ilustrasi trading crypto / bitcoin. (Dok. Freepik)
Ilustrasi trading crypto / bitcoin. (Dok. Freepik)

Mengutip data dari CoinGlass, dalam waktu kurang dari satu jam, lebih dari USD 8 miliar posisi long terlikuidasi, termasuk Bitcoin senilai USD 1,83 miliar dan Ethereum USD 1,68 miliar.

Selama 24 jam terakhir, total posisi yang dilikuidasi mencapai lebih dari USD 9 miliar dan melibatkan sekitar 1,4 juta investor, dengan transaksi terbesar mencapai USD 87,53 juta di pasangan BTC/USDT.

Kapitalisasi pasar kripto menyusut sekitar 13 persen menjadi USD 3,78 triliun, dengan volume perdagangan 24 jam mencapai USD 333,8 miliar, tertinggi sejak Agustus.

Vice President Indodax, Antony Kusuma, menjelaskan koreksi Bitcoin menunjukkan bagaimana aset digital bereaksi terhadap ketegangan geopolitik dan sentimen risiko global.

"Bitcoin sering disebut sebagai lindung nilai terhadap ketidakstabilan moneter, tetapi dalam kondisi ekstrem, ia bergerak layaknya aset berisiko tinggi. Pasar global yang terguncang, likuiditas tipis, dan aksi jual berantai pada posisi leverage memicu penurunan cepat yang kemudian diikuti aksi beli algoritmik," ujar Antony seperti dikutip, Senin (13/10/2025).

Ia menambahkan, situasi ini memperlihatkan pentingnya pemahaman konteks makro bagi investor kripto.

Baca Juga: Kripto Bisa Sumbang Rp 260 Triliun ke PDB RI, Ini Syaratnya

"Para investor harus melihat lebih dari sekadar harga saat ini. Koreksi ini bukan pertanda fundamental Bitcoin melemah, melainkan reaksi pasar terhadap eskalasi ketegangan dagang dan risiko makro. Mereka yang mampu menjaga perspektif jangka panjang dapat memanfaatkan momen volatilitas ini untuk membangun posisi strategis," kata Antony.

Ia menuturkan, meskipun pasar bergejolak, skenario jangka menengah tetap positif bagi Bitcoin. Jika ketegangan AS-China mereda atau pembicaraan baru muncul, Bitcoin bisa berkonsolidasi di kisaran USD 112.000–118.000.

"Namun jika isu perdagangan terus mendominasi, harga bisa bergerak di antara USD 105.000–120.000. Penurunan di bawah USD 105.000 membuka peluang bagi pembeli jangka panjang," imbuh Antony.

Ia menambahkan, volatilitas global juga menjadi momentum bagi investor untuk menegakkan disiplin dan strategi portofolio yang matang.

"Pasar yang sehat tidak hanya naik, tetapi mampu bertahan dalam gejolak. Mereka yang memahami mekanisme likuidasi, level support psikologis, dan perilaku pasar global akan menemukan peluang yang tersembunyi saat sebagian pelaku investasi kripto panik," jelas Antony.

Dengan demikian, meski ancaman tarif AS memicu likuidasi besar-besaran, pasar kripto tetap menunjukkan ketahanan. Di Indonesia, ekosistem perdagangan kripto kini semakin matang, didukung pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diyakini mampu menjaga stabilitas pertumbuhan industri aset digital di tengah ketidakpastian global.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI