Pasar Obligasi Masih Berpotensi Menguat, Ini 4 Faktor Pemicunya

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 22 Oktober 2025 | 13:11 WIB
Pasar Obligasi Masih Berpotensi Menguat, Ini 4 Faktor Pemicunya
Analis memperkirakan pasar obligasi Indonesia masih memiliki potensi penguatan. Foto: Ilustrasi obligasi. (Pexels)
Baca 10 detik
  • Pemotongan suku bunga oleh BI masih berpotensi dilakukan pada kuartal IV-2025, sejalan dengan ekspektasi penurunan suku bunga Bank Sentral AS The Fed.
  • Inflasi yang tetap terjaga membuat imbal hasil riil SBN10 tahun secara relatif tetap menarik.
  • Diproyeksikan masih ada ruang satu kali lagi pemangkasan BI-Rate sampai akhir tahun 2025.

Suara.com - Potensi penguatan di pasar obligasi masih ada meskipun telah mengalami penurunan signifikan sepanjang tahun 2025, demikian dikatakan Director & Chief Investment Officer Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula.

Ia menerangkan, potensi penguatan itu salah satunya disebabkan oleh optimisme kebijakan moneter yang longgar, dibarengi ekspektasi penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) dan The Fed.

“Kami melihat pasar obligasi masih memiliki potensi penguatan, atau dengan kata lain- walaupun sudah mengalami penurunan signifikan sepanjang tahun ini- imbal hasil SBN10 tahun masih berpotensi turun,” ujar Ezra dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Ezra menjelaskan beberapa faktor pemicu penguatan pasar obligasi, pertama, pemotongan suku bunga oleh BI masih berpotensi dilakukan pada kuartal IV-2025, sejalan dengan ekspektasi penurunan suku bunga Bank Sentral AS The Fed.

Kedua, masih tingginya likuiditas perbankan yang dikombinasikan dengan penyerapan likuiditas BI yang rendah (imbal hasil dan jumlah penerbitan SRBI yang semakin turun, fasilitas deposito di BI yang rendah), serta pasokan obligasi di pasar yang terjaga.

Ketiga, Inflasi yang tetap terjaga membuat imbal hasil riil SBN10 tahun secara relatif tetap menarik.

Kemudian, ke empat, ia menjelaskan spread antara imbal hasil tenor pendek 5 tahun dengan tenor menengah 10 tahun juga masih cukup melebar apabila dibandingkan dengan rata-rata spread 1 tahun terakhir.

“Sehingga, kami melihat masih ada potensi spread akan menyempit dengan kurva bullish flatten,” ujar Ezra.

Terkait The Fed, IA memproyeksikan pemangkasan Fed Funds Rate (FFR) akan tetap data-dependent yaitu bergantung terhadap perkembangan data inflasi dan data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Mau Terbitkan Obligasi untuk Cari Pemasukan Tambahan, Pemprov DKI Tunggu Restu Pusat

Sementara itu, untuk BI, ia memproyeksikan masih ada ruang satu kali lagi pemangkasan BI-Rate sampai akhir tahun 2025.

Menurutnya, pemangkasan BI Rate sepanjang tahun ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan, seiring dengan transmisinya ke penurunan suku bunga deposito dan kredit belum maksimal, karena terhambat oleh likuiditas pasar yang masih ketat.

“Pertimbangan itulah yang membuat BI merasa pemangkasan lanjutan masih dibutuhkan,” ujar Ezra.

Ia berharap bauran kebijakan pemangkasan BI Rate dan injeksi likuiditas pemerintah dapat mempercepat penurunan suku bunga kredit dan deposito, yang pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas ekonomi.

Terkait dampak stimulus fiskal yang telah dikeluarkan pemerintah, Ezra melihat sektor tenaga kerja mulai menunjukkan sinyal stabilisasi, yang mana tingkat PHK bulanan mereda dari puncaknya pada 2024 hingga awal 2025.

Selain itu, katanya lagi, jumlah peserta aktif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Tenaga Kerja (TK) menunjukkan pertumbuhan dua bulan berturut-turut, yang memberikan harapan kebijakan pro pertumbuhan mulai berdampak ke ekonomi, walaupun masih sangat lambat.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI