Negosiasi Tarif Dagang dengan AS Terancam Gagal, Apa yang Terjadi?

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:35 WIB
Negosiasi Tarif Dagang dengan AS Terancam Gagal, Apa yang Terjadi?
Negosiasi tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat disebut berpotensi gagal, setelah ada sejumlah klausul yang belum disepakati. [Suara.com/Aldi]
Baca 10 detik
  • Pejabat AS mengklaim Indonesia menarik komitmen dagang yang sudah disepakati pada Juli 2025, namun Indonesia membantah ada masalah substantif.
  • Dua klausul utama diperdebatkan: pembatalan sepihak dan larangan penggunaan kapal buatan China untuk ekspor.
  • Kegagalan negosiasi berpotensi merugikan ekspor Indonesia ke AS, tujuan ekspor terbesar kedua senilai $25,56 miliar.

Indonesia dan AS pada Juli lalu sudah mencapai kesepakatan penting dalam negosiasi tarif. Dalam kesepakatan itu, AS akan menurunkan tarif yang sebelumnya diancamkan terhadap produk Indonesia, dari 32 persen menjadi 19 persen.

Selain itu, komoditas-komoditas strategis Indonesia seperti minyak sawit mentah, karet, teh, kopi dan produk karet lainnya, juga akan mendapatkan tarif 0 persen dari AS.

Sementara itu, pembahasan mengenai tarif untuk produk tekstil dan alas kaki, yang merupakan sektor penting bagi manufaktur nasional, masih terus berlanjut di tahap negosiasi.

Sebagai gantinya, Indonesia akan menghapus tarif atas lebih dari 99 persen barang impor dari AS dan menghapus hambatan non-tarif bagi perusahaan asal Amerika yang berbisnis di Tanah Air.

Di antara barang impor AS yang akan dikenakan tarif 0 persen adalah produk pertanian, kesehatan, seafood, teknologi informasi, otomotif dan produk kimia. Selain itu Indonesia juga berjanji akan membeli produk energi, pertanian, serta pesawat komersial dari AS.

Adapun hambatan non-tarif yang akan dihapus antara lain soal syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN untuk produk AS yang masuk ke Indonesia. Insentif ini diperkirakan akan sangat menguntungkan Apple yang sempat kesulitan menjual iPhone di Indonesia.

Siapa yang Untung?

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai kesepakatan ini sebagai capaian luar biasa yang berhasil diselesaikan dalam waktu singkat.

"Jika dibandingkan dengan negosiasi Indonesia-Uni Eropa yang memakan waktu 10 tahun, Trump bisa menuntaskan dalam hitungan bulan," ujar Hikmahanto dalam rilisnya beberapa saat lalu.

Baca Juga: Pemerintah Optimistis Negosiasi Tarif dengan AS Rampung Sebelum 2025 Berakhir

Ia juga menyoroti peran penting tim negosiator, yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Apalagi, Indonesia berhasil terhindar dari ancaman tarif tambahan 10% karena statusnya sebagai anggota penuh BRICS.

Pandangan kritis datang dari Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara. Bhima menilai perjanjian yang dimaksudkan untuk memperkuat hubungan dagang ini justru sarat dengan ketimpangan dan berisiko tinggi bagi kepentingan ekonomi nasional.

Menurut Bhima, kondisi ini membuat kesepakatan tersebut bukan win win solution dan malah berpotensi menimbulkan beban terhadap neraca perdagangan, anggaran negara, dan sektor strategis lainnya.

Indonesia terus menikmati surplus dalam neraca perdagangan dengan Amerika Serikat dalam lima tahun terakhir. [Suara.com/Aldi]
Indonesia terus menikmati surplus dalam neraca perdagangan dengan Amerika Serikat dalam lima tahun terakhir. [Suara.com/Aldi]

Jika Gagal, Apa yang Terjadi?

Jika kesepakatan yang sebelumnya dicapai pada Juli 2025 benar-benar batal, Indonesia akan menghadapi dampak negatif signifikan pada sektor ekspor.

Apa lagi, menurut BPS, AS menjadi tujuan ekspor terbesar kedua setelah China pada tahun ini. Pada Januari - Oktober 2025, ekspor non-migas ke AS mencapai 25,56 miliar dolar AS, atau setara dengan 11,46 persen dari total ekspor Indonesia.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI