"Saya pikir, pada usia 29 tahun, sudah waktunya untuk mendapatkan sedikit uang. Di Indonesia, dunia yang benar-benar berbeda," ucap Budnik seperti dilansir dari footboom1, Selasa (22/4).
"Rasanya seperti saya tinggal di satu tempat, lalu tiba-tiba berakhir di tempat lain," lanjutnya.
Menurut Yevhen Budnik, berdasarkan pengalaman yang ia rasakan, kondisi Liga 1 terbilang tidak cukup bagus. Ia mencontohkan soal fasilitas stadion misalnya.
Yevhen Budnik mengatakan ia cukup heran dan kaget saat datang ke stadion namun tidak dilengkapi dengan meja pijat di ruang ganti.
"Tidak ada satu pun meja pijat di ruang ganti. Pijatan dilakukan di lantai, di atas matras. Anda tinggal berbaring dan mereka akan memijat Anda," cerita Budnik.
Yevhen Budnik meski cukup aneh dengan fasilitas di stadion, ia mengatakan bahwa level kompetisi Liga 1 cukup bagus.
Ia tegaskan bahwa bagi orang Indonesia,sepak bola adalah agama. Itu yang membuat kompetisi di Liga 1 sangat menarik dan kompetitif.
"Jujur saja, itu cukup bagus. Dan suasanya wow. Ada 40-50 ribu di stadion. Bagi merea, sepak bola adalah agama," ucapnya.
"Saya pikir tim-tim papan tengah Indonesia sebanding dengan tim-tim Ukraina yang lebih rendah. Selain itu di sana jga banyak pemain asing, termasuk pemain Brasil. Jadi sepak bola di sana levelnya bagus," kata Yevhen Budnik.
Baca Juga: Eks Arsenal Jebolan Liga 1 Aneh dengan Cara Makan Orang Indonesia
Selain soal fasilitas sepak bola, Yevhen Budnik menceritakan soal pengalamannya di luar lapangan sepak bola.
Menurut Yevhen Budnik, ia cukup terheran-heran dengan cara makan orang Indonesia. Menurutnya, mayoritas orang Indonesia makan tidak menggunakan alat makan.
"Semua orang di sana mayoritas adalah Muslim. Hanya di Bali, dunianya berbeda. Mentalitas di sana berbeda, mereka makan langsung dengan tangan. Semuanya berbeda. Tapi itu pengalaman yang sangat menarik," ungkapnya.
Lebih lanjut, pemain yang kini melanjutkan karier di Yunani bersama Digenis Ypsona mengatakan bahwa secara komunikasi tidak ada masalah besar dengan orang lokal Indonesia.
"Ya tentu saja saya berkomunikasi dengan mereka. Tidak ada masalah komunikasi di tim mana pun. Sejujurnya saya bisa saja tetap tinggal di Indonesia, tetapi COVID datang dan klub berhenti membayar. Itulah sebabnya saya harus pergi," ucapnya.