Suara.com - Kisruh pembukaan lahan tambang di Raja Ampat, Papua kini memecah suara publik jadi dua kubu besar.
Satu kubu adalah yang sejak awal menyuarakan kekecewaan mereka karena pertambangan nikel untuk menghadirkan energi bersih malah merusak alam Raja Ampat.
Kubu lain adalah mereka yang percaya dengan klaim pemerintah bahwa cerita kerusakan alam Raja Ampat cuma rekayasa antek asing, yang menyebar potret palsu lewat hasil rekayasa kecerdasan buatan atau AI.
Kini, Angela Gilsha membuktikan bahwa kerusakan alam di Raja Ampat dampak pertambangan nikel memang nyata adanya.
Angela Gilsha, yang baru-baru ini berkunjung ke Raja Ampat, ikut menyaksikan sendiri bagaimana tambang nikel sudah menggunduli salah satu pulau di sana.
"Di situ, aku lihat secara langsung dengan mata kepala sendiri, pulau yang setengahnya, bagian atasnya itu udah terkeruk, udah berupa tanah-tanah, dan udah banyak alat berat di situ," beber Angela dalam sebuah video yang ditampilkan akun Instagram Greenpeace Indonesia, Rabu, 11 Juni 2025.
Bukan lahan hijau saja yang terdampak proyek tambang nikel di salah satu pulau Raja Ampat.
Sekali lagi, Angela Gilsha melihat sendiri bagaimana area pantai dan air laut di sekitar pulau juga sudah terdampak pengerukan lahan.
"Di sekitar pantainya itu juga, pasirnya udah cokelat dan airnya juga udah keruh. Kan habis hujan, jadi pasir dari atas itu masuk ke laut," jelas Angela.
Baca Juga: Setelah Viral, KKP Soroti Bahaya Tambang Nikel di Pulau Kecil Raja Ampat
Cerita Angela Gilsha kebetulan identik dengan video keluhan salah satu anak Raja Ampat, yang sempat Cinta Laura tayangkan ulang di unggahan Instagram Story baru-baru ini.
Lelaki cilik yang tidak disebutkan namanya itu berbagi kisah tentang bagaimana pepohonan diratakan dengan tanah demi membuka lahan tambang nikel.
![Potret Angela Gilsha yang sempat ngaku agnostik. [Instagram: @angelagilsha]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/09/12/24295-potret-angela-gilsha-yang-sempat-ngaku-agnostik.jpg)
Selepas praktek pertambangan dimulai, udara hingga air di sekitar lokasi pun ikut tercemar dan tidak bisa dinikmati lagi.
"Kami melihat sendiri bagaimana pohon ditebang, air berubah hitam, langit berubah berdebu," keluh anak tersebut.
Disampaikan juga keluhan tentang bagaimana izin tambang bisa terbit di wilayah yang sakral bagi penduduk setempat.
"Kami tak mengerti, mengapa tambang boleh masuk ke tanah adat, ke tempat yang disucikan oleh leluhur kami," kata anak itu.