Suara.com - Rieke Diah Pitaloka angkat suara secara tegas terkait polemik penetapan empat pulau kecil yang sebelumnya masuk wilayah administrasi Aceh, tapi kini ditetapkan sebagai bagian dari Sumatera Utara.
Dalam pernyataan yang disampaikan melalui unggahan di akun Instagram resminya, anggota DPR RI itu menyoroti bahwa perdebatan soal batas wilayah memang penting.
Namun ada hal yang jauh lebih genting, yakni ancaman terhadap keselamatan lingkungan di empat pulau tersebut.
"Debat soal batas wilayah penting. Tapi ada yang lebih genting: keselamatan pulau-pulau kecil ini dari ancaman tambang," ujar Rieke seperti dikutip pada Jumat, 13 Juni 2025.
Mantan aktris yang populer lewat sitkom Bajaj Bajuri itu menekankan bahwa isu utama bukan hanya soal kepemilikan administratif.
Komitmen negara terhadap perlindungan pulau-pulau kecil dari eksploitasi yang merusak juga harus disorot.
Empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang (sebelumnya disebut Pulau Rangit Besar), dan Pulau Mangkir Ketek (juga dikenal sebagai Pulau Rangit Kecil atau Malelo).
Rieke menyampaikan bahwa seluruh pulau tersebut memiliki luas di bawah 2.000 kilometer persegi, sehingga termasuk kategori pulau kecil yang dilindungi hukum dari aktivitas penambangan.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023, penambangan mineral di pulau kecil dilarang secara tegas. Putusan ini bersifat final dan mengikat.
Baca Juga: Kemendagri Terbuka Ada Evaluasi hingga Gugatan Hukum soal 4 Pulau Aceh Masuk Wilayah Sumut
Rieke menekankan bahwa perdebatan administratif tidak boleh mengesampingkan kewajiban konstitusional negara dalam menjaga lingkungan hidup dan masa depan wilayah-wilayah kecil yang rentan.

"Jangan hanya berpolemik tentang milik siapa. Ini tentang kepatuhan pada konstitusi, tentang melindungi tanah air, tentang keutuhan Serambi Mekkah, dan tentang masa depan generasi yang akan datang," lanjutnya.
Rieke juga menyampaikan keyakinannya bahwa Menteri Dalam Negeri memahami konteks sejarah dan karakter wilayah Aceh.
Dia optimis bahwa Presiden Prabowo Subianto akan berpihak pada kepentingan rakyat Aceh dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah Indonesia.
Rieke menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa hukum tidak boleh tunduk pada kepentingan sesaat.
Ini bukan pertama kalinya Rieke Diah Pitaloka menunjukkan sikap tegas dalam menanggapi isu-isu sosial dan politik, terlebih setelah menjabat sebagai wakil rakyat.
Pernyataan Rieke kali ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Dalam keputusan tersebut, keempat pulau yang selama ini dianggap bagian dari Aceh dinyatakan masuk ke wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Kemendagri beralasan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada letak geografis pulau-pulau yang lebih dekat ke Tapanuli Tengah, serta hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi.
Kemendagri juga menyebut bahwa persoalan batas wilayah laut antara Aceh dan Sumut telah berlangsung sejak 1928 dan belum pernah ditetapkan secara final, sehingga penentuan wilayah kini menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Namun Pemerintah Aceh menolak keputusan tersebut. Mereka menyatakan memiliki bukti historis, administratif, dan pelayanan publik yang telah berlangsung lama di pulau-pulau tersebut.

Pemerintah Aceh bahkan mengajukan permintaan revisi koordinat ke Kemendagri dan menyatakan siap menggugat keputusan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Di sisi lain, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyatakan bahwa penetapan wilayah tersebut mengikuti informasi dari Bupati Tapanuli Tengah.
Meski begitu, Bobby menyatakan kesediaannya untuk berdiskusi ulang dengan Gubernur Aceh dan Kemendagri demi menjaga kondusivitas.
Menantu mantan Presiden Joko Widodo itu juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh isu yang berkembang.
Kontributor : Chusnul Chotimah