Sang ibu tiri, yang merupakan istri pertama ayahnya, menyimpan dendam terhadap ibu kandung Farel, yang merupakan istri kedua.
"Ibu pernah ngomong sama kakakku kalau muka mukaku nih benar-benar mirip sekali sama ibu kandung," jelas Farel.
Kemiripan inilah yang menjadi alasan mengapa setiap kali sang ibu tiri marah, Farel lah yang menjadi samsak emosinya.
Ia menjadi proyeksi kebencian terhadap wanita yang dianggap telah merusak rumah tangganya.
Bahkan, kebencian itu diduga sudah ada sejak Farel masih di dalam kandungan.
Berdasarkan cerita yang ia dengar, ibu tirinya pernah melakukan kekerasan fisik terhadap ibu kandungnya yang sedang hamil.
Tujuannya satu: agar Farel tidak terlahir ke dunia.
Kekejaman ini menunjukkan betapa dalamnya akar kebencian yang pada akhirnya harus ditanggung oleh Farel yang tak berdosa.
Pelarian dan Lembaran Baru
Perlakuan kasar ini berjalan seiring dengan eksploitasi ekonomi.
Baca Juga: Pengakuan Pilu Farel Prayoga, 14 Tahun Tanpa Ibu Kandung dan Disiksa Ibu Tiri
Farel yang sejak kecil sudah mengamen, lama-kelamaan dipaksa menjadi tulang punggung keluarga.
Jika ia menolak atau tidak mendapatkan cukup uang, kemarahan sang ibu tiri akan kembali meledak.
Kini, Farel telah mengambil langkah besar untuk melepaskan diri dari lingkungan toksik tersebut.
Ia memilih tinggal di Jakarta bersama manajernya, yang ia anggap telah mengajarinya banyak hal, termasuk cara untuk membela diri.
Keputusannya untuk menjadi lebih "pintar" dan mandiri ternyata tidak disenangi oleh ibu tirinya.
"Ibu sempat benci juga sama manajerku karena alasannya Farel jadi pintar nih sudah enggak bisa dimanfaatin lagi dia," ungkap Farel.