Suara.com - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) buka suara soal ramainya isu kewajiban membayar royalti bagi pelaku usaha yang memutar suara burung di kafe atau restoran.
Isu ini muncul setelah sejumlah pemilik tempat usaha memilih mengganti musik dengan kicauan burung demi menghindari pungutan royalti.
Komisioner LMKN Bidang Lisensi dan Kolekting, Jhonny W. Maukar, menegaskan bahwa suara burung yang terdengar langsung dari sangkar maupun di alam tidak dikenakan royalti.
Namun, situasinya akan berbeda jika suara tersebut direkam dan diputar ulang.
"Jika itu didengar secara alamiah, langsung dari sangkar burungnya, tanpa ada perekaman, maka tidak perlu membayar royalti," kata Jhonny melalui pernyataan video yang diterima awak media pada Kamis, 7 Agustus 2025.
![Ilustrasi royalti lagu [asb].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/15/83751-ilustrasi-royalti-lagu.jpg)
Lebih lanjut, Jhonny menjelaskan, suara burung akan masuk dalam perlindungan hak cipta apabila terjadi perekaman atau fiksasi, dan suara tersebut diputar dalam bentuk rekaman.
"Tapi bila ada fiksasi musik di situ, fiksasi mengacu pada perekaman karya musik yang dapat dilihat dan didengar, maka rekaman itu memiliki perlindungan hukum," jelasnya.
Dalam hal ini, kata Jhonny, pelaku pertunjukan bukanlah burung itu sendiri, melainkan produser fonogram atau pihak yang merekam suara tersebut.
"Yang punya hak adalah pencipta atau pemegang hak cipta. Jadi kalau pemilik kafe yang merekam suara burung itu, maka dia juga yang berhak atas royalti," lanjutnya.
Baca Juga: Rayen Pono Sentil Ahmad Dhani Gratiskan Lagu Diputar di Kafe: Ini Tuyul Tua Gak Ngerti
Menariknya, menurut Jhonny, pemilik kafe bahkan bisa memperoleh royalti jika mendaftarkan rekaman miliknya ke Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan hanya memutar suara tersebut.
"Dari 100 persen yang dibayar kafe itu, karena dia hanya memutar lagu itu saja, maka dia mendapat 80 persennya. Kenapa? Karena undang-undang menyatakan 20 persen digunakan untuk biaya operasional," beber Jhonny.
Dengan demikian, pelaku usaha bisa tetap memutar suara kicauan tanpa menyalahi aturan, asal dipastikan bahwa rekaman itu milik sendiri, dan dikelola secara legal.
"Jadi silakan pemilik kafe merekam sendiri, lalu mendapatkan royalti itu sendiri," ujarnya.
Sebagai catatan, tarif royalti pemanfaatan musik secara komersial diatur dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.
Mengacu pada regulasi tersebut, pelaku usaha dikenai, Rp60 ribu per kursi per tahun untuk royalti pencipta, Rp60 ribu per kursi per tahun untuk royalti hak terkait