Suara.com - Kemenkes Diam soal Pencabutan Obat Kanker Usus, Penyintas Terpaksa Bersabar.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) dr. A. Hamid Rochanan, SpB-KBD, MKes menyayangkan Kementerian Kesehatan yang sampai saat ini belum melakukan langkah konkret dalam penundaan keputusan pencabutan beberapa obat terapi target kanker.
Padahal menurut Hamid, penundaan itu dijanjikan langsung oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR pada 11 Maret lalu.
Belum adanya surat sebagai tindak lanjut RDPU itu, membuat pasien kanker tak bisa mendapatkan obat yang menjadi haknya, dan terpaksa harus kembali bersabar.
"Kami para ahli bedah digestif yang sehari-hari berinteraksi langsung dengan pasien kanker kolorektal (kanker usus besar) merasa terpanggil melihat pasien tidak mendapatklan haknya atas obat dari BPJS Kesehatan karena belum adanya edaran dari Kementerian Kesehatan untuk membatalkan keputusannya, yakni mencabut beberapa obat targeted therapy untuk kanker, termasuk kanker kolorektal," terang Hamid dalam keterangan resmi yang diterima Suara.com, Senin (6/5/2019).
Hamid menjelaskan bahwa IKABDI sudah berkomunikasi langsung dengan berbagai level pejabat di Kementerian Kesehatan mempertanyakan tidak adanya sosialisasi khusus mengenai penundaan pencabutan beberapa obat targeted therapy kanker.
Sesalkan karena tak ada sosialisasi lanjutan
Menurut Hamid, karena pembatalan itu sudah berlaku melalui surat keputusan Menteri Kesehatan pada 1 Maret 2019, maka harus ada surat pembatalan yang bisa menjadi pegangan.
"Ketika Menteri Kesehatan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi IX pada Senin 11 Maret 2019 mengatakan akan menunda pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/Menkes/707/2018, seharusnya ada sosialisasi dalam bentuk surat tertulis kepada rumah sakit-rumah sakit agak mereka punya pegangan untuk meresepkan obat yang sudah dicabut oleh surat yang berlaku sejak 1 Maret 2019 itu,” imbuh Hamid.
Baca Juga: Dua Obat Kanker Usus Tak Ditanggung BPJS, Ini Tanggapan RS Kanker Dharmais
Hamid menerangkan sekalipun dokter sudah meresepkan obat terapi target untuk diberikan kepada pasien, tapi pada kenyataannya pihak rumah sakit dan BPJS tidak memberikan obat tersebut.
“Bu Menteri mengatakan bahwa pasien akan tetap dilayani dengan kondisi seperti sebelum adanya surat pencabutan itu, namun kenyataanya berdasarkan informasi di lapangan, dari 30 rumah sakit yang menangani pasien kanker kolorektal hingga minggu ini ada sekitar 75 pasien yang tidak terpenuhi haknya untuk dilayani dengan semestinya,” lanjut Hamid.
Ketidakjelasan komunikasi mengenai penundaan pencabutan ini membuat pasien kesulitan untuk mendapatkan obatnya. Salah satu pasien kanker kolorektal, Aisyah kesulitan mendapatkan haknya terhadap obat yang tidak jadi dicabut oleh Kementerian Kesehatan.
“Begitu sampai ke farmasi Rumah Sakit Dharmais, saya diinformasikan bahwa obat kanker kolorektal tidak ditanggung lagi oleh BPJS Kesehatan. Infonya dari farmasi bahwa ada pencabutan dari Menteri Kesehatan,” terang Aisyah.
Aisyah menjelaskan bahwa info tersebut didapatkannya setelah RDPU di DPR 11 Maret 2019. Dia menjelaskan bahwa dokter yang menanganinya keheranan karena harusnya obat itu tetap ditanggung karena pencabutannya ditangguhkan.
“Pihak farmasi mengatakan tidak bisa menerima resep obat tersebut karena tidak ada surat dari Kementerian Kesehatan mengenai penundaan pencabutan tersebut. Pihak farmasi dan BPJS Kesehatan di RS Dharmais menjelaskan bahwa mereka telah menerima surat pencabutan obat, namun tidak menerima surat pembatalan pencabutan tanggungan,” papar Aisyah.