Menurutnya, aturan PPKM belum bisa dicabut saat ini. Bukan hanya untuk wilayah Jawa-Bali, di mana aturan PPKM level 4 akan selesai hari ini.
![Sejumlah kendaraan melintas di Tol Dalam Kota dan Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (9/8/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/08/09/83219-mobilitas-warga-ibu-kota-mulai-naik-seiring-pelonggaran-ppkm.jpg)
Tetapi, dengan adanya tingkat level pada aturan PPKM tersebut, Dicky menyarankan sebaiknya pelonggaran lebih dilakukan dengan menurunkan tingkat level tersebut, bukan mencabut PPKM seutuhnya.
"Harus ditegaskan dulu performa indikatornya supaya tidak berubah-ubah, supaya tidak ada negosiasi. Kita kan terbiasa begitu, dulu PSBB, ada PSBB transisi, ada negosiasi, itu tidak bisa dalam situasi seperti ini. Kita Jangan membawa kebiasaan kita dalam bernegosiasi, karena ini masalah nyawa. Kalau memang mau PPKN level 4, ya patuhi indikatornya. Kalau memang layak ke (PPKM level) tiga, patuhi juga indikatornya," tuturnya.
4. Larang kerumunan, bukan pembatasan pergerakan
Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unuversitas Indonesia Dr. dr. Tri Yunis Miko, MSc., mengatakan, sebaiknya pemerintah mengubah strategi PPKM dengan lebih menekankan pelarangan berkerumun.
"Lebih meng-highlight kerumunan. Bahkan di Singapura dan Malaysia dibuat undang-undang anti berkerumun, kalau berkerumunan didenda. Di Malaysia 2 juta, di Singapura 3 juta," kata Tri saat dihubungi suara.com, Senin (23/8/2021).
5. Perbanyak tes Covid-19
Tri juga mengkritik bahwa yang terjadi saat ini, di mana kasus positif harian telah turun hingga belasan ribu per hari, juga diikuti dengan testing dan tracing yang ikut berkurang.
Tri mempertanyakan, bagaimana bisa kasus positif harian turun tetapi angka kematian masih stagnan di atas seribu jiwa per hari.
Baca Juga: TOK! PPKM Level 4, 3, dan 2 di Jawa-Bali Resmi Diperpanjang Hingga 30 Agustus
"Kuncinya surveillance dulu yang benar. Kalau kita gak benar surveillance bagaimana menentukan negara kita sudah turun, kan tesnya sedikit. Kalau tesnya banyak akan banyak lagi (kasus positif). Udah gitu angka kematian 10 persen lagi. Aduh, negara ini kacau balau. Kalau menurut saya, indikator itu kacau karena surveillance-nya kacau, bukan karena penyakitnya kacau," tuturnya.