3. Menaikkan Harga dan Mengurangi Kandungan Zat Adiktif
Harga rokok yang saat ini dianggap masih terlalu murah harus dinaikkan agar tidak mudah dijangkau oleh semua kalangan. Selain itu, pemerintah perlu mengatur industri rokok untuk mengurangi kadar zat adiktif seperti tar dan nikotin dalam setiap batang rokok.
4. Pembimbingan Petani Tembakau untuk Alih Profesi
Agar petani tembakau tidak kehilangan mata pencaharian, pemerintah harus membimbing mereka untuk beralih profesi. Misalnya, menjadi pekerja di sektor restoran yang lebih baik. Menurut Prof. Hasbullah, banyak pekerja di industri rokok adalah perempuan dengan gaji rendah. Pemberdayaan mereka untuk pekerjaan lain yang lebih menguntungkan sangat diperlukan.
"Banyak kajian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa menjadi petani tembakau sebenarnya tidak terlalu menguntungkan. Oleh sebab itu, perlu peran pemerintah dalam memberikan pengetahuan tentang peluang bertani tanaman lain," tambahnya.
5. Pengalokasian 5 Persen Cukai Rokok untuk Petani
Selama masa transisi profesi, pemerintah perlu memberikan modal awal yang dananya bisa diambil dari cukai rokok. Prof. Hasbullah menyarankan agar 5 persen dari total cukai rokok, yang setara dengan Rp12 triliun dari total Rp245 triliun, digunakan untuk pemberdayaan pekerja di industri rokok agar mereka bisa beralih ke pekerjaan lain yang tidak menimbulkan kecanduan namun tetap menguntungkan.
"Cukai rokok Rp245 triliun itu harusnya paling tidak 5 persen, yakni Rp12 triliun, dipakai untuk pemberdayaan pekerja di lingkungan industri rokok tembakau supaya mereka bisa pindah ke pekerjaan lain yang tidak menimbulkan kecanduan tapi juga mendapatkan penghasilan lebih baik," pungkasnya.
Dengan memperkuat aturan pengendalian rokok melalui poin-poin tersebut, diharapkan jumlah perokok dapat dikurangi dan kesejahteraan masyarakat, terutama para petani tembakau, dapat ditingkatkan.
Baca Juga: Tak Cuma Pantang Merokok, Ini 5 Larangan saat Berada di SPBU