Suara.com - Berkaca pada kasus kekerasan yang dialami Cut Intan Nabila oleh sang suami, Armor Toreador ternyata ada dampak fatal pada anak. Pasalnya tindakan KDRT yang keji itu terlihat sang anak. Lantas apa dampak KDRT di depan anak?
Cut Intan Nabila kembali mengungkap rekaman CCTV yang menunjukkan kekerasan brutal yang dilakukan oleh Armor Toreador, terhadap dirinya. Dalam rekaman tersebut, terlihat dengan jelas bagaimana Armor mencekik dan memukul wajah Cut Intan di depan anak.
Dalam keterangan yang disertakan pada unggahannya, Cut Intan menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ini telah terjadi lebih dari lima kali. Rekaman CCTV tersebut diambil pada Februari 2022.
Cut Intan memutuskan untuk membagikan rekaman ini setelah munculnya pernyataan dari kuasa hukum Armor yang menyarankan agar dilakukan restorative justice demi mencapai perdamaian.
Pihak kuasa hukum Armor mengusulkan perdamaian dengan alasan kepentingan anak-anak. Namun, Cut Intan menolak tawaran tersebut dan meminta agar pihak berwenang tetap menjalankan proses hukum sesuai aturan yang berlaku.
Lantas bagaimana dampak yang ditimbulkan pada anak setelah menyaksikan langsung KDRT? yuk, simak ulasan berikut hingga selesai.
Dampak KDRT di Depan Anak
Anak-anak yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa menghadapi berbagai tantangan. KDRT sendiri memiliki banyak bentuk, mulai dari pertengkaran, teriakan, pengendalian perilaku, intimidasi, hingga ancaman pembunuhan, penggunaan senjata, dan cedera serius.
Dampak KDRT pada anak-anak dapat segera terlihat, dan beberapa efek negatif lainnya mungkin baru muncul dalam jangka panjang. Anak-anak yang secara langsung menyaksikan kekerasan ini dapat mengalami beberapa masalah berikut:
Baca Juga: Cut Intan Unggah Video KDRT Lagi, Bagaimana Cara Menyembuhkan Trauma?
1. Kecemasan
Anak-anak sering kali merasa gelisah ketika mereka menyaksikan salah satu orang tua dilecehkan oleh yang lainnya. Mereka hidup dalam ketakutan akan serangan fisik atau verbal yang mungkin terjadi di rumah mereka.
Ketakutan ini dapat berkembang menjadi kecemasan yang terus-menerus. Anak-anak pra-sekolah yang melihat KDRT mungkin kembali menunjukkan perilaku yang lebih muda, seperti mengisap jempol, mengompol, atau sering menangis.
2. Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD)
Gangguan stres pascatrauma (PTSD) adalah kondisi yang dapat muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis. Anak-anak yang menjadi saksi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berisiko mengalami PTSD, bahkan jika mereka tidak secara langsung menjadi korban kekerasan fisik.
Dampak trauma akibat KDRT dapat menyebabkan perubahan yang merugikan pada perkembangan otak anak-anak, seperti mengalami mimpi buruk, gangguan tidur, dan kesulitan dalam berkonsentrasi. Selain itu, efek jangka panjang dari trauma ini juga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan emosional mereka di kemudian hari.