Suara.com - Selama musim hujan, masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit demam berdarah dengue (DBD). Atas dasar dasar itu, penting menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan pola hidup sehat.
"Masyarakat harus waspada terhadap genangan air. Barang-barang bekas yang memungkinkan genangan air sebaiknya dihilangkan dan dikurangi," kata Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono, MSc, Kamis (21/11/2024).
Menurutnya, kasus DBD cenderung meningkat pada awal dan akhir musim hujan. Curah hujan tinggi menciptakan genangan air yang menjadi tempat ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak.
Pada awal musim hujan, nyamuk penyebab demam berdarah tidak dapat menyebar jauh karena intensitas hu jan yang tinggi. Namun, pada akhir musim hujan saat curah hujan berkurang, nyamuk kembali aktif dan penyebarannya meluas.
Tri Yunis menyebutkan, puncak peningkatan kasus biasanya terjadi pada bulan November hingga Desember, serta Maret hingga Juni.
Ia menegaskan pentingnya menerapkan langkah-langkah pencegahan, termasuk program 3M: Menguras tempat penampungan air, Menutup wadah air, dan Mendaur ulang barang yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
Selain pola hidup bersih, vaksinasi juga menjadi langkah penting untuk mencegah demam berdarah.
"Vaksinasi sangat efektif, terutama bagi mereka yang belum pernah terinfeksi virus dengue," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa mereka yang sudah pernah terinfeksi tetap bisa divaksin dengan aturan khusus.
Tri Yunis menekankan bahwa penurunan kasus demam berdarah membutuhkan intervensi terpadu yang melibatkan masyarakat, pemerintah, dan sektor lainnya.
"Tidak ada solusi tunggal. Langkah-langkah seperti vaksinasi, penggunaan obat nyamuk, dan program 3M harus dijalankan bersamaan," tegasnya.
Kasus Demam Berdarah Meningkat di Indonesia
Ketua Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki), Astrid B. Sulistomo, mengungkapkan bahwa kasus DBD di Indonesia terus meningkat. Situasi ini diperburuk oleh musim hujan yang sedang berlangsung di hampir seluruh wilayah tanah air, yang memicu perkembangan nyamuk Aedes aegypti, penyebab utama penyakit ini.
“DBD di Indonesia pernah mencapai puncaknya pada 2016. Meskipun ada penurunan kasus pada 2017-2018, tren tersebut tidak bertahan lama. Saat ini, jumlah penderita DBD kembali meningkat,” kata Astrid, Kamis (21/11/2024).
Astrid menjelaskan bahwa DBD adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia, jenis kelamin, maupun status sosial.