Suara.com - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Keluarga (MKMK) Jimly Asshiddiqie memuji mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama, Brahma Aryana karena mengajukan pengujian Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagaimana dimaknai dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Pada permohonannya, Brahma meminta agar putusan pengujian tersebut dilakukan oleh delapan hakim konstitusi tanpa Ketua MK Anwar Usman.
"Dia tadi minta supaya ada kepastian majelis hakim yang menyidangkan itu tidak boleh ada ketua, harus hanya delapan hakim saja," kata Jimly ditemui Suara.com di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).
Menurut Jimly, hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
"Nah ini saya rasa sangat kreatif. Makanya saya puji-puji tadi. Hebat kalian ini," ucap Jimly.
Diketahui, Brahma mengajukan pengujian Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagaimana dimaknai dalam putusan MK 90/PUU-XXI/2023.
Dalam permohonannya, Brahma menjelaskan putusan MK bisa diuji kembali dengan Pasal 60 Undang-Undang MK yang berisi:
(1) Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Repubtik lndonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda.
Baca Juga: Diperiksa MKMK, Hakim Daniel Ceritakan Proses Pengambilan Keputusan dalam RPH
Dia juga menjelaskan bahwa putusan MK biaa diuji kembali berdasarkan Pasal 78 Peraturan MK (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 yang berbunyi:
a. Terhadap materi muatan, ayat, pasal dan atau bagian dalam undang-undang atau Perppu yang telah diuji, tidak dapat dimajukan kembali.
b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika mabrt muatan dalam UUD 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda atau terdapat alasan permohonan vang berbeda.
Dia menilai terdapat ketidakpastian hukum lantaran perbedaan alasan (concurring opinion) pada komposisi hakim yang setuju mengabulkan gugatan pada perkara tersebut.
Pasalnya, dua dari lima hakim konsitusi yaitu Enny Nurbainingsih dan Daniel Yusmic Foekh memaknai berpengalaman sebagai kepala daerah tingkag provinsi atau gubernur.
Terlebih, pemaknaan berpengalaman sebagai penah/sedang memiliki jabatan yang didapat melalui pemilu, termasuk Pilkada dinilai berkaitan dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024.