Ramadan di AS, Kisah Perjuangan Untuk Kebebasan

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 16 Juli 2014 | 14:04 WIB
Ramadan di AS, Kisah Perjuangan Untuk Kebebasan
Ilustrasi (Foto: shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hampir delapan juta Muslim di Amerika Serikat akan menjalankan ibadah puasa sepanjang bulan suci Ramadan. Bersama jutaan umat Islam lainnya di atas planet ini.  Dan puasa di negeri paman Sam cukup berat, apalagi ketika di musim panas seperti sekarang. Karena itu berarti siang berlangsung lebih lama. Tapi mungkin saja, beratnya berpuasa saat ini tak seberat di masa lalu.

Sejenak menengok ke masa lalu, para ilmuwan memperkirakan 15 hingga 30 persen, atau sebanyak 600.000 hingga 1,2 juta budak di AS sebelum perang beragama Islam. Sebagian besar dari mereka didatangkan dari Afrika barat.

Di tengah kerja yang sangat berat, mereka berusaha untuk tetap  memenuhi kewajibannya untuk menjalankan ibadah puasa Ramadan, salat. Dan untuk itu tidak mudah, karena menurut aturan saat itu semua kegiatan itu dinilai sebagai pembangkangan.

Meskipun al Quran memungkinkan orang untuk tidak berpuasa ketika sedang dalam perjalanan atau terlibat dalam pekerjaan berat, banyak dari budak Muslim yang menunjukkan kesalehannya untuk tetap berpuasa. Mereka juga menggelar salat jamaah dan mengumpulkan iftar untuk disantap bersama-sama.

Oleh karena itu, Ramadan di masa lalu juga mencatat kisah kelabu. Karena untuk menjalankan semua itu, para Muslim harus siap sewaktu-waktu menghadapi hukuman barbar yang tak jarang menyebabkan kematian.  Namun, sebagian besar sejarah ini diabaikan oleh para pemimpin Muslim Amerika dan terhapus dari narasi Islam Amerika modern.

Tradisi baru
Jika era sebelum perang, Muslim Amerika hampir seluruhnya berkulit hitam, kini muslim AS adalah komunitas Muslim yang paling beragam di dunia.

Afro Amerika tetap menjadi bagian penting dari masyarakat Islam di AS, bersama umat Islam dari Asia Selatan dan Arab. Muslim dari Amerika Latin juga berkembang pesat, sekaligus memastikan bahwa Muslim di AS adalah mikrokosmos dari multikultural keseluruhan negara asal mereka.

Dan kini Islam di Amerika berkembang pesat. Dan ajaran Islamlah yang paling banyak dipraktekkan di 20 negara bagian di Amerika Serikat.

Pergeseran demografis ini mendorong imam berbasis di Los Angeles menyebut Ramadan sebagai tradisi Amerika yang baru. Namun ulama itu juga mengungkapkan adanya 'penyakit' yang melanda banyak Muslim Amerika saat ini, yakni ketidakmampuan untuk melihat ke belakang dan merangkul bab-bab awal sejarah Islam Amerika yang ditulis oleh budak Muslim asal Afrika.

Dan hari ini, meja makan saat Ramadan di AS menyertakan hidangan  pokok Arab atau Pakistan. Namun tak sedikit yang berbuka dengan tortas dan tamale, meatloaf halal dan hijau. Keragaman Muslim di AS telah mengubah wajah Ramadan menjadi tradisi Amerika multikultural. Luasnya keanekaragaman ras dan budaya Muslim Amerika saat ini belum pernah terjadi sebelumnya, membuat Ramadan tahun ini dan Ramadan selanjutnya, menjadi tradisi baru yang sarat dengan transkultural dan multiras.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI