Masa remaja merupakan fase dimana anak mulai mengenal komunitas di sekelilingnya untuk mencari jati diri. Wajar jika di usia remaja, anak tak ingin terlalu bergantung dengan orangtuanya. Beberapa orangtua kerap merasa ditinggalkan oleh anaknya yang kini lebih mementingkan bergaul dengan teman-temannya.
Menurut psikolog anak, Efnie Indiranie, fase ini normal dialami semua remaja, tinggal bagaimana orangtuanya bisa tetap menjaga kedekatan dengan si anak.
"14 tahun merupakan fase remaja dan pada saat itulah mereka mulai punya komunitas baru. Jadi jangan kaget jika anak lebih mementingkan teman dibanding keluarganya. Apa yang diomongin teman itu yang jadi patokan dia," kata Efnie saat berbincang dengan Suara.com baru-baru ini.
Oleh karena teman menjadi segalanya bagi remaja, Efnie menganjurkan para orangtua untuk berperan layaknya sahabat bagi anak-anak mereka. Salah satunya dengan mendengarkan curhatan anak terhadap apa yang mereka alami.
"Jadi, jika orang tua ingin dekat dengan remaja jadilah teman bagi mereka. Nah, teman kan identik sebagai tempat curhat jadi moms harus siap untuk mendengarkan dan harus menahan diri dari memberi interupsi atau judging atas cerita si anak," ujar dia.
Tak hanya sebagai teman dan tempat curhat, orangtua, lanjut psikolog lulusan Universitas Maranatha ini, juga harus mengetahui apa yang menjadi minat dan kegemaran anak. Cara ini ampuh untuk memulai perbincangan yang lebih hangat dengan anak yang mulai beranjak remaja.
"Kita harus tahu apa yang menjadi minat dan kegemaran mereka. Kita harus tahu apa sih dunia mereka. Berkomunikasi layaknya teman. Jadi, anak bisa nyambung saat berbicara dengan orangtuanya," jelasnya.
Jika dua cara ini bisa dilakukan, maka anak tidak lagi melihat batas komunikasi antara dirinya dan orangtua sehingga kebersamaan pun bisa selalu terjaga. Meski beranjak remaja dan memiliki pergaulan yang lebih luas, orangtua tetap bisa memastikan bahwa anaknya melakukan hal-hal yang wajar dengan komunikasi yang selalu terjaga.