Mereka yang sudah memiliki nama dan merek tertentu yang sudah didaftarkan ke BPOM, tapi tidak semua merek yang didaftarkan, hanya beberapa produk dengan bahan aman dari seluruh merek yang ada.
"Kemudian karena bahannya aman (yang didaftarkan), tidak bisa simsalabim, tidak bisa instan, maka ditambahkan (zat berbahaya efek instan). Saya bilang kasta ini nebeng BPOM. Misalnya ditambahin krim pagi dan malam untuk mempercepat padahal ini tidak didaftarkan," ungkap Dokter Grand Lich
5. GodFather
Kasta mafia skincare tertinggi ialah mereka yang punya embel-embel dokter, pemilik klinik legal, dan keahlian apoteker menjual kosmetik dan skincare dengan label biru apoteker, dan mereka merasa berhak melakukan itu dengan kapasitasnya.
"Dia merasa ini benar, 'saya melakukan secara legal', 'saya punya hak', itu yang salah. Ini saya bilang kasta paling tinggi, karena ini susah," tutup dokter yang berpraktik di Jember itu.
Tantangan menghadapi kempat mafia skincare ini di masa pandemi, kata Dokter Grand Lich adalah diperbolehkannya peraturan telemedicine antara fasilitas kesehatan (faskes) dengan faskes, sesuai dengan Permenkes 2020.
"Bukan telemedicine dengan faskes dan pasien," katanya.
Masalahnya dengan telemedicine faskes dengan pasien, maka oknum dokter bisa dengan leluasa merekomendasikan obat atau skincare yang abal-abal, bahkan tanpa izin edar BPOM di apotek.
Baca Juga: Minuman Kolagen Bikin Awet Muda? Ini Kata Dokter Kulit!