Tujuannya adalah untuk menciptakan atau memperbesar keraguan di kalangan pemilih mengenai kesesuaian individu yang dituju untuk menduduki jabatan tertentu.
Sebuah penelitian eksperimental di Italia dan AS pada tahun 2021 menegaskan bahwa tuduhan palsu dapat merusak reputasi politisi dan menyebabkan hilangnya dukungan di kalangan pemilih.
Sekalipun informasi tersebut kemudian terbukti salah, kerusakan awal mungkin sulit untuk diperbaiki karena kesan mendalam yang ditimbulkan.
2. Menurunkan Kepercaayaan ke Penyelenggara Pemilu
Dampak selanjutnya adalah menurunkan kepercayaan terhadap lembaga pemilu secara signifikan.
Misinformasi mengenai proses pemilu, seperti prosedur pemungutan suara, penghitungan suara, atau hasil pemilu dapat membuat masyarakat mempertanyakan integritas lembaga penyelenggara pemilu.
Klaim palsu mengenai integritas alat pemungutan suara, penanganan surat suara, dan proses penghitungan suara juga dapat menimbulkan keraguan mengenai aspek teknis pemilu, sehingga membuat masyarakat mempertanyakan legitimasi hasil pemilu.
3. Manipulasi Citra
Terakhir, hoaks juga bisa digunakan untuk meningkatkan elektabilitas dan popularitas calon yang didukung, atau menurunkan suara lawan.
Baca Juga: Anies Baswedan Dianggap Pemenang Debat Capres Perdana, Begini Survei Indikator Politik Indonesia
Penyebaran informasi negatif atau salah tentang lawan politik biasanya berupa rumor, skandal yang dibuat-buat, termasuk latar belakang keluarga, atau penafsiran yang keliru mengenai kebijakan atau tindakan kandidat di masa lalu.
Tujuannya adalah untuk mencoreng citra lawan di mata pemilih, sehingga mempengaruhi opini publik dan keputusan mereka untuk memilih kandidat tersebut.