KPK melakukan penjemputan paksa terhadap Setnov pada 15 November 2017 karena 3 kali mangkir dari panggilan. Penyidik KPK mendatangi kediamannya di Jakarta Selatan, namun Setnov tidak ditemukan. KPK kemudian memasukkan Setnov ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Keesokan harinya, pada 16 November 2017, Setnov dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau setelah mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan tunggal. Pengacaranya menyebut dahi Setnov benjol sebesar bakpao. Namun, kecelakaan ini belakangan diketahui sebagai upaya Setnov untuk mengelabui KPK.
Pada 17 November 2017, KPK menahan Setnov sebagai tersangka. Namun karena kondisi kesehatannya, dia dibantarkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pada 7 Desember 2017, sidang perdana praperadilan Setnov digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 29 Maret 2018, Setnov dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan korupsi dalam proyek e-KTP.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Setnov dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Dalam kasus ini, Setnov dinilai menguntungkan diri sendiri sebesar US$7,3 juta dan menerima jam tangan Richard Mille senilai US$135 ribu dari proyek e-KTP.
Jaksa juga menuntut Setnov untuk membayar uang pengganti sebesar US$7,435 juta dikurangi Rp5 miliar. Tapi kemudian Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Setnov.
Kontributor : Trias Rohmadoni