Suara.com - Ema Suranta, nasabah PNM Mekaar meraih penghargaan pada ajang Mata Lokal Award 2025 untuk sub-kategori Local Ace in Organic Waste Transformation.
Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Dahlan Dahi, dalam gelaran Mata Lokal Fest 2025 yang berlangsung pada Kamis, 8 Mei 2025, di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Dukungan dari program PNM Mekaar, Ema memulai usaha budidaya larva Black Soldier Fly (maggot) untuk mengolah sampah organik.
Modal awal yang ia peroleh sebagai nasabah Mekaar memungkinkan Ema mengembangkan sistem pengolahan hingga mampu menyerap 2 ton sampah setiap minggu.
Dari limbah tersebut, dihasilkan maggot segar dan kasgot (pupuk organik) yang kini menjadi sumber pendapatan tambahan bagi warga sekitar.
Direktur Utama PNM, Arief Mulyadi, menyampaikan bahwa pemberdayaan ekonomi kerakyatan tidak hanya mendorong kemandirian, tetapi juga melahirkan agen perubahan yang mampu membawa solusi nyata bagi tantangan sosial dan lingkungan.
"Kami merasa bangga dan terinspirasi oleh pencapaian ini, PNM akan terus hadir untuk memberikan harapan dan kesempatan bagi perempuan prasejahtera agar dapat mandiri secara ekonomi," ujarnya.
"Dengan akses pembiayaan tanpa agunan serta pendampingan intensif, kami ingin memastikan setiap nasabah PNM bisa berkembang secara berkelanjutan," tambahnya.
Semangat juang Ema dalam mengubah tumpukan sampah menjadi sumber harapan bagi lingkungan, masyarakat dan masa depan bersama, berawal dari kegelisahannya melihat tumpukan sampah di desanya yang belum terkelola dengan baik.
Baca Juga: BECAK BABEL Gelar Forum Pelajar Peduli Sampah, Gaungkan Edukasi Lingkungan
Terlebih, musibah ledakan dan longsor sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi pada 21 Februari 2005 makin menyalakan tekad Ema untuk menjadikan Bank Sampah Bukit Berlian bukan hanya tempat pemilahan, tetapi juga menjadi pusat edukasi, pemberdayaan, dan gerakan sosial lingkungan.
Dengan dukungan dari PNM, Ema mulai membudidayakan larva Black Soldier Fly atau yang dikenal dengan sebutan maggot untuk mengolah sampah organik.
Inisiatif Ema pun memberikan dampak positif tidak hanya bagi masyarakat sekitar, tetapi juga lingkungan dan sejalan dengan penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan oleh PBB.
Para pemenang penghargaan telah melewati kurasi penilaian yang berpegang pada nilai keberlanjutan oleh deretan juri dari berbagai latar belakang profesional dan kredibel di bidangnya, yaitu Dian Gemiano (CMO of KG Media), Rika Anggraini (Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI), Lembu Wiworo Jati (Executive Creative Director di Future Creative Network-Finch), dan Defri Dwipaputra (Executive Creative Director of Dentsu Creative).
Ledakan TPA Leuwigajah
Bagi warga Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, peristiwa 16 tahun silam akan sulit dihapuskan dari ingatan.
Kala itu tepatnya 21 Februari 2005 ketika warga tengah tertidur pulas tiba-tiba gunungan sampah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah mengubur pemukiman sekitar pukul 02.00 WIB.
Tercatat ada sekitar 157 orang tewas tertimbun gunungan sampah sepanjang 200 meter, dengan ketinggian 60 meter. Pemicunya adalah ledakan gas metan yang disertai hujan deras.
Selain Kampung Adat Cireundeu, periwtia kelam itu juga mengubur Kampung Cilimus dan Kampung Pojok yang berada di area TPA Leuwigajah. Kenangannya hingga kini jelas tak akan terlupakan.
Akumulasi gas metan dari tumpukan sampah meledak, ditambah derasnya hujan membuat gunungan ribuan ton sampah longsor.
Sejak tragedi memilukan tersebut, pemerintah pun menjadikan tanggal 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Selain itu, warga sekitar juga selalu melakukan upacara adat.
Upacara adat dimulai dari halaman kantor RW setempat Kelurahan Leuwigajah dengan sambutan-sambutan dari para sesempuh Kampung Adat Cireundeu. Setelah itu dilanjutkan menuju titik terjadinya longsor 16 tahun silam.
Di salah satu titik longsor tersebut, harmoni bunyi karinding mulai terdengar. Alat musik tradisional Sunda dari bahan bambu tersebut ditiup beberapa warga yang mengenakan pakaian pangsi dan ikat kepala khas Sunda.
Tak lama kemudian, bunga dan air yang sebelumnya sudah disiapkan pun ditaburkan di titik longsor sebagai pertanda penghormatan kepada ratusan warga yang menjadi korban longsoran sampah.