Suara.com - Hukuman penyebaran video mesum jika terbukti disengaja, buntut dari kasus Andini Permata yang viral kini diperbincangkan. Sebagai informasi, video tersebut menampilkan sosok diduga Andini Permata yang tampil syur di video berdurasi 2 menit 31 detik tersebut. Andini terekam bersama seorang anak laki-laki yang diduga adiknya.
Video ini menjadi perbincangan panas di media sosial seperti TikTok, X (Twitter) hingga Telegram hingga memicu rasa penasaran dan spekulasi dari warganet. Namun, hingga kini identitas asli Andini Permata belum jelas. Tidak ada profil resmi atau akun terverifikasi yang mengonfirmasi keberadaannya.
Banyak pihak menduga bahwa nama Andini Permata hanya digunakan sebagai clickbait untuk menarik perhatian dan mendulang klik di dunia maya. Selain itu, video yang viral itu juga dipertanyakan keasliannya, dan sebagian besar link yang beredar justru berisi iklan jebakan atau potensi malware. Singkatnya, viralnya Andini Permata lebih karena sensasi dan kontroversi seputar video yang beredar, sekaligus adanya kemungkinan manipulasi dan hoaks di balik fenomena tersebut. Akarnya diduga ada praktik pencurian data pribadi di balik kasus ini.
Hukuman Bagi Penyebar Video Mesum
Menyebarkan video mesum merupakan sebuah tindak pidana karena melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Melansir Hukumonline, tindakan menyebarkan gambar dan video pornografi pada dasarnya termasuk dalam perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE Bunyinya, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggar pasal di atas dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Agar pelaku dapat dijerat dengan pasal ini, ada hal-hal yang harus diperhatikan.
Konten melanggar kesusilaan yang ditransmisikan dan/atau didistribusikan atau disebarkan dapat dilakukan dengan cara pengiriman tunggal ke orang perseorangan maupun kepada banyak orang (dibagikan, disiarkan, diunggah, atau diposting).
Kemudian, fokus perbuatan yang dilarang adalah perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau dokumen elektronik bermuatan melanggar kesusilaan, dan bukan pada perbuatan kesusilaannya itu sendiri.
Terakhir, yang dimaksud “membuat dapat diaksesnya” adalah jika pelaku dengan sengaja membuat publik bisa melihat, menyimpan atau mengirimkan kembali konten melanggar kesusilaan tersebut. Contohnya dengan mengunggah konten di status media sosial, tweet, retweet, membalas komentar, termasuk membuka ulang akses link atau konten bermuatan kesusilaan yang telah diputus aksesnya, tetapi dibuka kembali oleh pelaku sehingga bisa diakses orang banyak.
Baca Juga: Geger Pasangan Bule Mesum di Pantai Mandalika, Perekam dan Penyebar Video Dicari-cari Polisi
Sementara itu, jika benar video Andini Permata mengandung unsur pencurian data pribadi, maka pelaku telah melanggar UU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Pencurian data pribadi dapat dijerat menggunakan Pasal 67 ayat (1) dan (3) UU PDP yakni dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp5 miliar.
Selain dijatuhi pidana, pelaku juga bisa dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian. Sedangkan jika pencurian data pribadi dilakukan oleh korporasi, maka pidana dalam Pasal 67 UU PDP dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat dan/atau korporasi (khusus pidana denda).
Pidana denda yang dijatuhkan kepada korporasi paling banyak 10 kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan. Selain itu, korporasi bisa dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana; pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi; pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu; dan penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni