Suara.com - Politik uang dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mulai menjadi bumerang.
Setelah membagi-bagikan uang dan barang, banyak calon anggota legislatif (caleg) tidak mendapatkan cukup suara sehingga gagal melenggang ke parlemen.
Kecewa, marah dan stres membuat mereka melakukan beragam ulah mulai dari mencuri kotak suara, memblokir perumahan bahkan hingga nekat bunuh diri.
Usai pencoblosan, caleg dari PKS, Muhammad Taufiq (50) misalnya, merasa kecewa dan marah karena perolehan suaranya minim. Lelaki ini ditemani Asmad (50) tiba-tiba keluar dari rumah dan mendatangi TPS 2 Dusun Cekocek, Desa Bierem, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang.
Saat itu, petugas baru saja merampungkan penghitungan suara. Tanpa permisi, Taufiq dan Asmad langsung mengambil paksa sebuah kotak suara di tempat pemungutan suara (TPS) tersebut.
"Merasa tidak puas dengan hasil perhitungan suara, kedua pelaku pergi ke TPS dan mengambil kotak suara secara paksa, kemudian dibawa ke rumah saudara Taufik," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie. Kedua pelaku, lanjut dia, kemudian diamankan Panwascam Tambelangan.
Ulah keterlaluan dilakukan pula oleh caleg yang tidak lolos seleksi pemilu legislatif di beberapa daerah lainnya.
Di Tulungagung, Jawa Timur (Jatim) misalnya, seorang caleg menarik kembali sumbangan material untuk pembangunan sebuah mushola. Sementara di Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sulteng), sebuah Taman Kanak-kanak dan PAUD disegel.
Pembangunan mushola di RT 2 RT 2 Desa Majan, Kecamatan Kedung Waru, Tulungagung, bisa jadi akan terhambat. Pasalnya, material bantunan Haji Miftahul Huda, seorang caleg Partai Hanura ditarik kembali, gara-gara dia kecewa karena perolehan suaranya pada Pemilu Legislatif 9 April 2014 di luar harapan.
Material berupa 2.000 batu bata, 10 sak semen dan satu truk pasir memang diberikan Miftahul Huda untuk pembangunan mushola saat masa kampanye lalu melalui salah satu tim suksesnya. Namun Miftahul menarik kembali sumbangan ini, karena di tempat ini ia hanya memperoleh 29 suara di RT 2 RW 2 Desa Majan.
Sedangkan di Kolaka (Sulteng), seorang kepala desa di Kabupaten Kolaka menyegel sebuah sekolah Taman Kanak Kanak dan Tempat Pendidikan Anak Usia Dini. Bahkan mengancam akan mengusir seluruh guru dan kepala sekolahnya setelah dua orang caleg titipan sang kades kalah di TPS dusun ini.
Menurut Kepala Sekolah TK, Darma, dua caleg titipan kades yakni dari Partai PKP dan PDIP gagal memperoleh cukup suara. Akibat penyegelan ini sebanyak 27 siswa TK terpaksa belajar di rumahnya masing-masing.
Stres Berat hingga Bunuh Diri
Lain lagi dengan Witarsa, sehari pasca-pencoblosan lelaki ini dibawa anggota keluarganya ke sebuah padepokan di Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Caleg dari Partai Demokrat untuk Dapil Jabar X ini mengalami stres berat akibat perolehan suaranya sangat minim, sehingga gagal menjadi anggota DPRD Jawa Barat. Padahal modal yang dikeluarkannya sangat besar.
Ketika dibawa ke padepokan itu, Witarsa masih mengenakan seragam Partai Demokrat. Dia menjalani pengobatan di padepokan dengan cara dimandikan dulu, lantas dibacakan ayat-ayat suci Al- Quran.
Saat menjalani pengobatan dari Ustadz Ujang Bustomi, Witarsa bahkan sempat menangis. Dia mengaku stres karena perolehan suara untuknya sangat minim. Padahal, modal yang dikeluarkan sangat besar. Ia mengaku pusing dengan tagihan utang sebesar Rp 300 juta.