Suara.com - Sejumlah kalangan menilai penolakan terhadap mekanisme pilkada lewat DPRD terjadi karena masyarakat sudah tidak percaya lagi bila hak politiknya diwakilkan kepada anggota DPRD.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Demokrat Ignatius Mulyono kurang setuju dengan penilaian tersebut. Menurutnya, itu bukan soal ketidakpercayaan publik terhadap anggota legislatif. Mulyono mengatakan penolakan pilkada lewat DPRD terjadi karena keinginan untuk memperjuangkan hak politik masyarakat dalam menentukan pemimpinnya.
"Kalau dipilih rakyat, otomatis pertanggungjawaban kampanye dia kepada rakyat. Beda dengan kalau ia dipilih oleh DPRD. Kalau dipilih DPRD, nanti hanya memikirkan kehendak DPRD," kata Mulyono kepada suara.com, Kamis (18/9/2014).
Kemudian Mulyono mengutip UUD 1945 Pasal 1 Ayat 2 yang menyebutkan kedaulatan di tangan rakyat, jadi harus dikembalikan kepada rakyat.
Pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat dinilai akan lebih percaya diri memimpin rakyatnya.
Mulyono mengatakan masyarakat Indonesia dewasa ini sudah lebih pintar. Mereka tidak akan memilih calon yang memberikan uang, bila memang tidak pantas menjadi pemimpin.
"Kalaupun ada yang nyebar uang, belum tentu ia dipilih. Mereka tidak akan pilih orang yang tidak bisa dipercaya," kata Mulyono.
Menurut Mulyono bila kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD, rakyat hanya akan menjadi obyek penderita. "Rakyat menderita, sedangkan anggota DPRD tidak menderita," kata dia.
Kemudian Mulyono mengatakan ia tidak yakin pilkada lewat DPRD biayanya bisa lebih murah seperti argumen yang selama ini dilontarkan partai pendukungnya.
"Karena kita, kan paham semualah (ada deal)," kata Mulyono seraya mengatakan Fraksi Demokrat akan mendukung pilkada langsung.