Lalu, bagaimana Shasa bisa curiga dan membedakan warga biasa dengan perempuan penghibur yang tinggal bulanan atau harian di kawasan Kalibata City?
"Biasanya, mereka pakaiannya mini, rok mini dan tank top. Dan umurnya masih muda, paling masih SMA. Biasanya mereka nunggu di parkiran atau di Mall Kalibata. Dan biasanya mereka itu resah, dan sering menerima atau menghubungi orang lain lewat telepon," kata dia.
Warga Kalibata City, sambung Sh, akhirnya harus tutup mata dengan adanya prostitusi online di kawasan itu. Sebab, laporan mereka selalu mentah, baik ke pengelola Kalibata City atau ke Kelurahan terdekat, Rawajati. Setiap laporan mereka hanya didengar tanpa ada tindak lanjut.
"Pengelola itu kayanya mereka tutup telinga, yang penting kan pengelola dapat uang. Karena walaupun ada laporan nggak ada tanggapan dari pengelola. Percuma kita lapor ke pengelola," katanya.
Dia berharap pemerintah bisa masuk ke apartemen ini. Supaya ada kepengurusan dan perketatan aturan. Sehingga, bisa misa meminimalisir tindakan-tindakan seperti ini, baik prostitusi, narkotika.
"Harapannya supaya pemerintah masuk ke sini, bantu warga, saya sudah nggak berharap ke pengelola lagi, minimal pemerintah bentuk kepengurusan RT/RW lah. Kita takut ada anak-anak di sini, lihat begitu," kata dia.