Bagi Fahri Hamzah, Presiden Belum Tolak Revisi UU KPK

Senin, 22 Juni 2015 | 20:46 WIB
Bagi Fahri Hamzah, Presiden Belum Tolak Revisi UU KPK
Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah (suara.com/Kurniawan Mas'ud)

Suara.com - Bagi Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah, Presiden Joko Widodo belum menolak rencana merevisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK sebagaimana ramai diberitakan selama ini.

"Nggak ada penolakan. Belum ada penolakan (secara resmi). Itu perasaan hati. Pada belum dapat masukan," kata Fahri usai menghadiri acara buka puasa bersama dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan di kediaman Zulkifli, Jalan Widya Chandra, Jakarta, Senin (22/6/2015).

Menurutnya sikap Presiden sama seperti Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang menyetujui revisi UU KPK.

Dengan demikian, menurut Fahri, Presiden Jokowi akan mendukung revisi UU KPK yang sekarang sudah masuk prioritas Program Legislasi DPR 2015.

"Nggak akan (menarik). Karena Presiden mulai mendapat masukan tentang apa yang selama ini terjadi dengan KPK. Itu memang harus dievaluasi. Tidak mungkin tidak ada apa-apa. Ini banyak masalah, karena itu, Presiden mulai mengerti, 'oo begitu'," kata Fahri.

Terkait kewenangan penyadapan yang selama ini dimiliki KPK dan itu masuk dalam salah satu bagian yang akan direvisi, menurut Fahri, ini sudah sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.

"Itu keputusan MK bukan keputusan DPR. Dan MK itu konstitusi bos," ujar Fahri.

Menurut Fahri dengan kewenangan besar menyadap, KPK bisa bertindak seenaknya. Fahri mengaitkan hal itu sama seperti penembak misterius yang dihidupkan kembali.

"Kalau anda boleh mengambil jalan pintas untuk menangkap korban, maka kita hidupkan Petrus, penyadapan, UU intelijen lama yang membolehkan operasi intelijen membunuh orang, itu jadi hak dia (KPK) tertutup. Ini UUD sudah diamandemen empat kali harus dilihat dasarnya UUD amandemen baru dong, nggak boleh dasar amandemen yang lama. Jadi keliru itu soal penyadapan karena ada media yang mengatakan KPK membuktikan ampuhnya penyadapan," ujar Fahri.

"Ya penyadapan itu ampuh, sama dengan Petrus bunuh orang di pinggir jalan ampuh. Masa 'ampuh' jadi dasarnya. Kalau ampuh jangan demokrasi, taruh diktator. Diktator ampuh, diktator gampang bunuh orang nggak perlu izin, sikat aja. Bunuh orang mati hilang semua, itu yang dimauin? Nggak benar itu cara berpikirnya," Fahri menambahkan.

Sebelumnya, Jumat (19/6/2015), Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrrachman Ruki menyatakan Presiden telah mengambil sikap tegas dengan menolak rencana revisi UU tentang KPK.

"Presiden menyatakan menolak revisi Undang-Undang KPK. Dari kami, itu melegakan sehingga tidak ada lagi saling mencurigai," kata Ruki seusai mengikuti rapat terbatas bersama Jokowi di kantor Presiden, Jakarta.

Rapat tersebut dhadiri Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti, Kepala PPATK M Yusuf, Jaksa Agung HM Prasetyo, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI