Wacana 'Kocok Ulang' Pimpinan DPR Menguat

Selasa, 08 September 2015 | 15:58 WIB
Wacana 'Kocok Ulang' Pimpinan DPR Menguat
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon selfie bareng perempuan di acara capres Amerika Serikat Donald Trump di Trump Tower, Fifth Avenue, New York, Kamis (3/9) (Reuters)

Suara.com - Wacana pergantian kedudukan atau kocok ulang pimpinan DPR bergulir sejak masuknya PAN menjadi pendukung pemerintah. Namun kembali menguat setelah ada dugaan pelanggaran etika dari Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon karena menghadiri konfrensi pers bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Amerika Serikat.

Politisi Nasdem Taufiqulhadi menyatakan perlu mengkaji lebih dalam mengenai mekanisme perombakan pucuk pimpinan DPR itu. Menurutnya, perombakan komposisi pimpinan DPR itu bisa dilakukan dengan dua cara. Yaitu merevisi UU MD3, dengan mengembalikan hak partai pemenang pemilu untuk menempati posisi Ketua DPR. Selain itu membentuk paket pimpinan DPR sesuai dengan UU MD3 yang sekarang berlaku.

"Sebetulnya ada dua acara untuk bisa merombak, mengembalikan UU MD3 yang dahulu dengan merevisinya. Atau dengan membentuk paket pimpinan DPR tanpa merevisinya,” tutur Taufiq dalam pernyataan resminya, Jakarta, Selasa (8/9/2015).

Untuk melakukan perombakan ini dan tidak menganggu kerja legislasi, Taufiq mengatakan caranya adalah merombaknya tanpa merubah UU 17/2014 tentang MD3. Dalam pasal 84 dan 97, diatur bahwa pimpinan DPR diajukan berdasarkan paket yang diusulkan dari komisi-komisi.

Hal ini dilakukan demi menghindari kegaduhan politik di parlemen di tengah minimnya prestasi DPR dalam menghasilkan undang-undang.

"Tanpa melalui revisi UU MD3 itu justru lebih baik karena tidak terlalu gaduh nantinya," imbuhnya.

Senada dengan Taufiq, Wakil Sekretaris Jenderal PKB Daniel Johan menyebutkan kocok ulang ini perlu dilakukan. Tujuannya, untuk memenuhi azas proporsionalitas pemenang Pileg.

"Proposional sesuai hasil pemilu. Untuk menjaga stabilitas pemerintah ke depan juga. Azas proporsionalitas dalam pembagian kursi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) diperlukan karena anggota DPR merupakan representasi aspirasi rakyat," ujar Anggota Komisi IV ini.

Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah juga setuju untuk kocok ulang ini dan menghargai adanya fraksi lain yang mendorong hal itu. Apalagi ada tambahan kekuatan ketika PAN menyatakan mendukung pemerintah.

"Jadi untuk mengubah pasal yang mengatur tentang mekanisme pemilihan pimpinan DPR yang dikembalikan pada azas proporsional berdasarkan hasil pileg seperti hasil UU MD3 sebelumnya yaitu UU 27/2009 yang diatur bahwa pimpinan DPR dipilih beradasarkan pemilihan umum secara proporsional," ujar Anggota Komisi III ini.

"Namun kami masih lihat perkembangan lapangan lebih lanjut karena yang jadi konsenterasi kami, pasca masuknya pan menjadi pendukung pemerintah adalah menginginkan pemerintahan Jokowi ini segera berjalan efektif karena mendapatkan dukungan politik tambahan dari PAN sehingga diharapkan dukungan parlemen terhadap rencana-rencana kebijakan nasional akan lebih solid," sambungnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR pasrah dengan wacana kocok ulang yang menguat pasca adanya pelanggaran dugaan etika Setya dan Fadli yang hadir dalam konfrensi pers Donald Trump.

"Ah sudahlah, capek bicara soal poltik-politik, negeri ini sedang dilanda krisis ini ngomongin politik, siapa yang mau ambil kursi saya silakan ambil. Jijik saya ngomongin soal kursi-kursi terus gitu lho. Ngapain sih. Ini negera lagi krisis ngomongin kursi, jijik betul. Jijik lho," ujarnya.

"Yang mau ngambil kursi itu saya buka aja pintu, ambil saja itu kursi, siapa itu mau ambil. Mumpung Pak Novanto dan Pak Fadli nggak ada, ambil aja itu kursi, apasih ngomong itu, ini keadaan lagi begini ngomongin itu, memalukan gitu lho," tambah Politisi PKS itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI