Sesaat menjelang uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi di Komisi III DPR, Selasa(15/12/2015), Robby Arya Brata menginginkan agar dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka harus mempunyai tiga bukti permulaan yang cukup. Keinginan Robby tentu di luar kebiasaan KPK selama ini yang hanya butuh dua alat bukti permulaan untuk menjerat tersangka.
"Saya malah menginginkan kalau perlu bukti permulaannya ada tiga, jangan hanya dua sehingga orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu betul-betul kuat, bahwa dia bersalah," kata Robby.
Mengapa Robby menginginkan tiga alat bukti? Dia tidak ingin memberi peluang tersangka mengajukan gugatan praperadilan, seperti yang marak terjadi belakangan.
Kemudian Asisten Deputi Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Aparatur Negara tersebut mengatakan kalau terpilih menjadi pimpinan KPK, jarak setelah penetapan tersangka ke persidangan tidak akan lama-lama.
"Jangan sampai seperti yang terjadi di praperadilan, disitukan terbongkar semua kebobrokan KPK itu. Zaman saya nanti, tersangka tidak ada lagi yang dilama lamain, langsung disidangan," kata Robby.
Sebelumnya, Robby juga menginginkan agar Undang-Undang tentang KPK segera direvisi, baik kewenangan penyadapan maupun surat perintah penghentian penyidikan.
Menurutnya kewenangan penyadapan yang dilakukan KPK harus diawasi badan pengawasan. Dengan demikian akuntabilitasnya bisa semakin dipercaya.
"Terkait penyadapan, kita tidak tahu apa yang terjadi di KPK karena tidak transparan. SOP saja kalau diminta tidak dikasih. Hal yang seperti ini, nggak akan terjadi kalau ada dewan pengawas. Penyadapan itu harus diatur kembali, supaya jelas," kata Robby.
"Saya malah menginginkan kalau perlu bukti permulaannya ada tiga, jangan hanya dua sehingga orang yang ditetapkan sebagai tersangka itu betul-betul kuat, bahwa dia bersalah," kata Robby.
Mengapa Robby menginginkan tiga alat bukti? Dia tidak ingin memberi peluang tersangka mengajukan gugatan praperadilan, seperti yang marak terjadi belakangan.
Kemudian Asisten Deputi Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Aparatur Negara tersebut mengatakan kalau terpilih menjadi pimpinan KPK, jarak setelah penetapan tersangka ke persidangan tidak akan lama-lama.
"Jangan sampai seperti yang terjadi di praperadilan, disitukan terbongkar semua kebobrokan KPK itu. Zaman saya nanti, tersangka tidak ada lagi yang dilama lamain, langsung disidangan," kata Robby.
Sebelumnya, Robby juga menginginkan agar Undang-Undang tentang KPK segera direvisi, baik kewenangan penyadapan maupun surat perintah penghentian penyidikan.
Menurutnya kewenangan penyadapan yang dilakukan KPK harus diawasi badan pengawasan. Dengan demikian akuntabilitasnya bisa semakin dipercaya.
"Terkait penyadapan, kita tidak tahu apa yang terjadi di KPK karena tidak transparan. SOP saja kalau diminta tidak dikasih. Hal yang seperti ini, nggak akan terjadi kalau ada dewan pengawas. Penyadapan itu harus diatur kembali, supaya jelas," kata Robby.