Kala itu, PDIP dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) masih mesra. Pun Megawati dan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, masih “lengket”.
Setelah pecah kongsi, pamor Gerindra besutan Prabowo justru melesat naik. Anies-Sandi yang mengalahkan Ahok-Djarot, adalah kandidat yang diusung Gerindra.
Seusai Anies-Sandi kuat diprediksi menjadi pemenang pilkada menurut hitung manual Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, desakan kader-kader Gerindra agar Prabowo maju sebagai calon presiden (capres) pada tahun 2019 semakin menguat.
Jadi Pensiun Bu?
Saat merasakan kekalahan dalam pilkada serentak, PDIP juga memunyai persoalan internal yang harus disikapi, yakni regenerasi kader serta elite partai. Itu setelah Megawati memberikan sinyal ingin “pensiun” dan mau turun dari panggung politik.
"Saya sendiri suka berkata pada diri sendiri, mereka itu kok nggak kapok-kapokya. Sebetulnya, sudah dari tahun lalu berpikir pensiun. Karena tidak mudah, apalagi bagi seorang wanita untuk menjadi ketua umum partai di republik ini," ujar Megawati saat acara puncak ulang tahun ke-17 Banteng Muda Indonesia dan peresmian kantor ormas underbouw PDIP tersebut, di Jalan Cianjur, nomor 4, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/3).
Tapi, tampaknya, Megawati bakal menunda niatnya kalau benar-benar ingin pensiun dari politik. Setidaknya, niat itu belum bakal dilakukan dalam waktu dekat.
Sebabnya, Megawati sendiri ingin seluruh kader partai besutannya solid dan militan sebelum tahun 2019. Tidak main-main, Mega mempersilakan kader-kader PDIP yang tak menyukai kepemimpinannya untuk segera hengkang.
”Kalau nggak suka dengan PDIP, monggo, baik-baik saja mengembalikan kartu anggota. Lalu ya keluar saja," ucapnya.
Baca Juga: Aset BUMN Diharapkan Naik Jadi Rp7.200 Triliun di 2017
Pertaruhan Terakhir
Kekalahan demi kekalahan yang dicecap, tak ayal membuat elite PDIP didesak segera berbenah. Apalagi, mereka masih bakal diuji dalam kancah pertarungan pilkada di satu lagi wilayah besar dan signifikan untuk dimenangkan sebagai bekal politik elektoral tahun 2019: Jawa Barat.
"Tiap pilkada mempunyai tantangan dan karakter yang berbeda, baik dari segi luas (wilayah), cakupan isu maupun tantangannya pasti berbeda. Tapi, tentu setiap kekalahan harus selalu diwaspadai dan dievaluasi untuk perbaikan ke depan," tutur Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira kepada Suara.com, Jumat (21/4).
Khusus kekalahan di Jakarta, Andreas menilai tidak ada yang salah dari kinerja mesin partai. Bahkan dia menyebut, partainya merupakan partai yang paling total untuk memenangkan pilkada.
“Mesin partai bekerja all out, militan, kompak, dan gotong royong. Ini terbukti dari hasil survei maupun exit poll, lebih dari 90 persen pemilih PDIP memilih Ahok-Djarot," kata dia.
Andreas mengungkapkan, terdapat faktor luar yang juga turut andil dalam kekalahan Ahok-Djarot, sehingga tak sepenuhnya bisa menjustifikasi PDIP tak lagi mengakar di kalangan masyarakat.