Geger Penistaan Agama, dari Ki Pandji Kusmin hingga Ahok

Reza Gunadha Suara.Com
Minggu, 14 Mei 2017 | 07:15 WIB
Geger Penistaan Agama, dari Ki Pandji Kusmin hingga Ahok
Halaman muka Majalah Sastra (kiri) dan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan). [Majalah Sastra/Suara.com]

Karena tak mau menjadi kasus berkepanjangan yang bisa “merongrong” kekuasaan Orde Baru, majelis hakim memvonis HB Jassin satu tahun penjara dengan masa percobaan dua bulan.

Jassin menerima vonis tersebut, dan harus menanggung stigma banyak pihak sebagai orang yang ikut menistakan agama. Tapi, diam-diam, banyak kalangan yang menyimpan kegundahan dan ketidaksetujuan atas vonis hakim tersebut.

Hingga Jassin wafat tahun 2000 silam, ia tetap bungkam. Jati diri sebenarnya Ki Padji Kusmin tetap menjadi rahasia yang dibawa dirinya hingga liang lahat.

Survei Arswendo hingga Wahyu Lia Eden

Setelah kasus HB Jassin dan Ki Pandji Kusmin dianggap selesai oleh pemerintah dan terlupakan oleh masyarakat, awal dua dekade berikutnya Indonesia kembali digemparkan oleh kasus yang lagi-lagi secara subjektif dinilai sebagai penodaan agama.

Tahun 1990, Tabloid Monitor memublikasikan hasil survei yang sebenarnya hendak menunjukkan kritik terhadap penguasa Orba, Soeharto.

Tabloid tersebut, meminta pembaca setianya mengirimkan kartu pos berisi nama tokoh yang diidolakan melalui kartu pos yang ditujukan ke alamat redaksi. Para pembaca dibebaskan menuliskan siapa saja tokoh idolanya, bahkan nama pacarnya sendiri sekali pun.

Tak disangka-sangka, redaksi Monitor menerima lebih dari 33.000 kartu pos. Setelah diolah, redaksi lantas memuat hasil polling bertajuk “Kagum 5 Juta” di tabloid edisi 15 Oktober 1990.

Bagaimana hasil polling itu? Soeharto si penguasa berada di urutan pertama. Posisi kedua dan ketiga masing-masing diisi oleh BJ Habibie dan Soekarno. Iwan Fals, penyanyi kontroversial pada saat itu, berada di urutan keempat.

Baca Juga: Pesta Gol di Kandang Stoke, Arsenal Jaga Asa ke Eropa Musim Depan

Uniknya, pada posisi 10, terdapat Arswendo Atmowiloto—penulis dan juga wartawan tabloid itu. Satu strip di bawahnya, tertera nama Nabi Muhammad SAW, pada urutan ke-11.

Sontak urutan polling tersebut dianggap melecehkan agama. Arswendo disebut tak pantas berada di atas Nabi Muhammad.

Arswendo lantas dihadapkan ke muka pengadilan. Mudah ditebak, ia divonis bersalah dan harus mendekam dalam penjara selama empat tahun enam bulan.

Selang empat tahun, tepatnya 1994, giliran Permadi yang kala itu masih menyandang status paranormal beken menjadi pesakitan kasus penodaan agama.

Permadi, yang pada era reformasi dikenal sebagai politikus, dianggap menghina agama ketika menjadi pembicara dalam diskusi di Universitas Gadjah Mada, 28 April 1994.

Dalam diskusi itu, Permadi mengkritik Soeharto dan rezim Orba sebagai pemerintahan kediktatoran.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI