Komisi III DPR rapat gabungan bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian, komisioner KPK di Parlemen, Jakarta, Selasa (24/10/2017). Rapat tersebut untuk membahas peran lembaga pemberantasan korupsi.
Tito mengatakan rapat tak berlangsung lama lantaran pada waktu yang bersamaan DPR menyelenggarakan rapat paripurna pengesahan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat menjadi undang-undang.
"Komisi tiga hanya menyampaikan pandangan-pandangan saja tanpa adanya diskusi dua arah. Jadi cukup pandangan karena waktunya sangat pendek," kata Tito di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2017).
Delapan poin disampaikan Komisi III dalam rapat tadi.
"Pertama adalah pemberantasan korupsi menurut Komisi III belum mengalami kemajuan yang berarti selama 15 tahun terakhir," ujar Tito.
"Kedua, Komisi III menilai KPK yang dibentuk sebagai extra ordinary body belum optimal bekerja karena tak mampu menghilangkan korupsi. Korupsi masih menjadi masalah yang cukup masif," tutur Tito.
Ketiga, Komisi III menghendaki KPK yang menjadi institusi utama di bidang pemberantasan korupsi dapat bekerjasama dengan pemangku kepentingan lain.
"Terutama dengan institusi Polri dan Kejaksaan," ucap Tito.
Keempat, Komisi III menghendaki Presiden Joko Widodo yang memimpin secara langsung institusi-institusi penegak hukum untuk penanganan pemberantasan korupsi.
Kelima, Komisi III menghendaki Kapolri dan Jaksa Agung membangun institusi masing-masing agar lebih optimal dalam rangka meningkatkan public trust dan penanganan korupsi.
"Keenam Komisi III menyampaikan bahwa KPK dibentuk untuk menjadi Trigger mechanism pemberantasan korupsi sekaligus bisa mendorong penegak hukum lainnya," tutur Tito.
Ketujuh, Komisi III menghendaki Polri dan Kejaksaan mencari jalan internal masing-masing dalam rangka memperkuat kemampuannya dalam pemberantasan korupsi.
Sedangkan yang terakhir, Komisi III sebagai lembaga politik mendukung prakarsa-prakarsa pihak pemerintah khususnya Polri dan Kejaksaan untuk memperkuat penanganan korupsi.
"Diantaranya satuan-satuan yang dianggap menangani korupsi di lingkungan masing-masing, seperti wacana Densus Tipikor," kata Tito.
Tito mengatakan rapat tak berlangsung lama lantaran pada waktu yang bersamaan DPR menyelenggarakan rapat paripurna pengesahan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat menjadi undang-undang.
"Komisi tiga hanya menyampaikan pandangan-pandangan saja tanpa adanya diskusi dua arah. Jadi cukup pandangan karena waktunya sangat pendek," kata Tito di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2017).
Delapan poin disampaikan Komisi III dalam rapat tadi.
"Pertama adalah pemberantasan korupsi menurut Komisi III belum mengalami kemajuan yang berarti selama 15 tahun terakhir," ujar Tito.
"Kedua, Komisi III menilai KPK yang dibentuk sebagai extra ordinary body belum optimal bekerja karena tak mampu menghilangkan korupsi. Korupsi masih menjadi masalah yang cukup masif," tutur Tito.
Ketiga, Komisi III menghendaki KPK yang menjadi institusi utama di bidang pemberantasan korupsi dapat bekerjasama dengan pemangku kepentingan lain.
"Terutama dengan institusi Polri dan Kejaksaan," ucap Tito.
Keempat, Komisi III menghendaki Presiden Joko Widodo yang memimpin secara langsung institusi-institusi penegak hukum untuk penanganan pemberantasan korupsi.
Kelima, Komisi III menghendaki Kapolri dan Jaksa Agung membangun institusi masing-masing agar lebih optimal dalam rangka meningkatkan public trust dan penanganan korupsi.
"Keenam Komisi III menyampaikan bahwa KPK dibentuk untuk menjadi Trigger mechanism pemberantasan korupsi sekaligus bisa mendorong penegak hukum lainnya," tutur Tito.
Ketujuh, Komisi III menghendaki Polri dan Kejaksaan mencari jalan internal masing-masing dalam rangka memperkuat kemampuannya dalam pemberantasan korupsi.
Sedangkan yang terakhir, Komisi III sebagai lembaga politik mendukung prakarsa-prakarsa pihak pemerintah khususnya Polri dan Kejaksaan untuk memperkuat penanganan korupsi.
"Diantaranya satuan-satuan yang dianggap menangani korupsi di lingkungan masing-masing, seperti wacana Densus Tipikor," kata Tito.