Bung Karno dan Rusa-rusa, Mereka yang Terusir dari Istana Bogor

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 09 November 2017 | 11:21 WIB
Bung Karno dan Rusa-rusa, Mereka yang Terusir dari Istana Bogor
Istana Bogor di Kota Bogor, Jawa Barat. [Suara.com/Adhitya Himawan]

Suara.com - Istana Kepresidenan RI di Bogor, Jawa Barat, menyimpan begitu banyak romantisme sejarah. Termasuk sejarah kelam pengusiran Presiden pertama RI Soekarno, dan rusa-rusa yang sudah menjadi kekhasan istana itu sejak era kolonial Belanda.

Kisah pengusiran tersebut terekam dalam buku berjudul “Fatmawati Sukarno, The Firs Lady” karya Arifin Suryo Nugroho, yang dipublikasikan Penerbit Ombak tahun 2010.

Hikayat itu dimulai pada suatu hari di bulan Mei 1957. Persisnya, ketika Bung Karno memutuskan menempati paviliun Amarta Istana Bogor yang dibangun pada 1954, bersama Hartini dengan kedua anak mereka, Taufan dan Bayu.

Ibu Negara Fatmawati sendiri, tiga tahun sebelumnya sudah keluar dari istana karena menolak poligami dan tak mau dimadu.

Selang sembilan tahun,  di paviliun itu juga Bung Karno menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

Isi surat itu antara lain memerintahkan Soeharto mengambil tindakan menjamin keamanan, ketenangan dan kestabilan juga menjami keselamatan dan kewibawaan Sukarno.

Namun, setelah surat itu diterbitkan, Soeharto justru perlahan-lahan melucuti kewenangan Bung Karno sebagai presiden.

Lewat satu tahun dari penandatanganan Supersemar itu, giliran Sukarno, Hartini dan anak-anak mereka yang diminta segera keluar dari paviliun Istana Bogor.

Baca Juga: Pemimpinnya Disidik Bareskrim, KPK Tetapkan Tersangka Baru e-KTP

Pukul 08.00 pada pertengahan Desember 1967, Sukarno mendapat perintah agar paviliun Amarta segera dikosongkan.

Keputusan itu berdasarkan surat yang dikirim Panglima kodam Jaya, Mayjen Amirmachmud. Ultimatum tidak lagi dalam hitungan hari tapi jam sehingga pada pukul 11.00 menjadi batas waktu untuk berkemas.

"Het is niet meer mijn huis (Sudahlah ini bukan rumah saya lagi)," tutur Bung Karno saat itu.

Mantan Perwira Detasemen Kawal Pribadi Bung Karno, Sogol Djauhari Abdul Muchid, dalam buku "Hari-hari Terakhir Soekarno" karya Peter Kasenda, menceritakan sang presiden tak membawa harta apa pun saat diusir dari Istana Bogor.

"Bung Karno keluar hanya memakai piyama warna krem serta kaos oblong cap cabe. Baju piyamanya disampirkan di pundak, memakai sandal cap bata yang sudah usang. Tangan kanannya memegang koran yang digulung agak besar, isinya bendera sang saka merah putih," kata Abdul Muchid.

Setelahnya, Hartini bersama anak-anaknya akhirnya tinggal di rumah di Jalan Jakarta, Bogor, sementara Sukarno tinggal di rumah pribadinya di Puri Bima Sakti Batutulis Bogor.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI