Komunikasi Iman adalah satu konsep pendidikan yang digagas Romo Mangun. Jadi, SD Kanisius Mangunan tidak mengajarkan pelajaran agama secara spesifik. Sebab, Romo Mangun memiliki pandangan bahwa sekolah itu adalah tempat publik, sedangkan agama adalah ranah privat, relasi pribadi antara seorang manusia dan Tuhan.
Komunikasi Iman fokus kepada penggalian nilai-nilai kepercayaan yang ada di setiap agama: seperti cinta kasih, saling menyayangi, menghargai, cinta lingkungan, menghormati, dan sebagainya.
Pada pelajaran Komunikasi Iman, siswa akan diajak berdialog, bercerita tentang sebuah peristiwa yang mereka.
Dari dialog itu, siswa diajak berefleksi dan membangun niat. Apa yang akan mereka lakukan manakala mengalami peristiwa itu.
“Sebagai contoh, siswa kelas VI diajak keliling di masyarakat, dan menemukan ada orang kurang mampu yang sedang sakit,” ujar Eko.
Kemudian para siswa akan mendiskusikan apa yang harus diperbuat. Mereka pun menyusun rencana untuk mengumpulkan dana, misalnya dengan berjualan.
Siswa-siswa kemudian membantu orang sakit itu dengan uang hasil berjualan. Guru terus mendampingi selama proses pembelajaran.
“Nilai-nilai seperti itu tentu diajarkan di setiap agama, dan lebih konkret untuk siswa.”
Dalam Komunikasi Iman, dikenal istilah 5A: Aku, Anda, Alam, Alat, Allah/Tuhan. Siswa diajarkan untuk mengenal diri sendiri, kemudian mengenal orang lain, mencintai dan merawat alam, menggunakan perkakas modern, dan mencintai Tuhan.
Baca Juga: Majelis Hakim Tolak Eksepsi Mantan Staf Khusus Gubernur Aceh
Dengan konsep seperti ini, sekolah sangat mudah mengajarkan nilai-nilai toleransi dalam keseharian dengan cara saling mengenal satu sama lain.
Ketika umat Islam akan merayakan Idul Fitri, siswa diajak untuk melakukan bakti sosial. Mereka mengumpulkan barang-barang kebutuhan pokok untuk dibagikan ke masyarakat sekitar. Secara tidak langsung, murid SD ini akan paham makna Idul Fitri dan saling memberi selamat kepada teman kelas yang beragama Islam.
“Begitu juga dalam perayaan Natal,” ucap Eko.
Di sekolah yang mayoritas siswanya beragama Katolik, tidak ada larangan untuk siswi yang ingin memakai jilbab saat sekolah.
“Kami punya siswi yang memakai jilbab di kelas, dari situ akan muncul pertanyaan teman-teman sekelasnya yang berbeda agama, sehingga akan muncul sikap toleransi dengan sendirinya,” ucap Eko.
Berita ini kali pertama diterbitkan Harianjogja.com dengan judul “FEATURE: Sekolah Tanpa Pagar, Seragam, & Pelajaran Agama”