FACE of JAKARTA: Mereka yang Pantang Pulang Sebelum Padam

Senin, 04 Maret 2019 | 08:10 WIB
FACE of JAKARTA: Mereka yang Pantang Pulang Sebelum Padam
Pemadam Kebakaran Sektor Tamansari, Jakarta Barat. (Suara.com/Novian)

"Jadi kita masuk ke pekarangan, itu dia sambil mengeluarkan tembakan mengancam bahwasannya jangan masuk ke pekarangannya tanpa seizin yang punya. Kebetulan di sana juga ada aparat kepolisian, juga dari unsur Koramil juga ada, cuma memang gak bisa berbuat apa-apa," ujar Deden.

Kebakaran kapal nelayan di Pelabuhan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. (Suara.com/Arga)
Kebakaran kapal nelayan di Pelabuhan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. (Suara.com/Arga)

"Padahal kita datang itu untuk menyelamatkan rumah dia yang belum terbakar. Cuma pas api padam disinyalir itu anggota dewan, jadi ada yang bilang dimaklumi saja namanya anggota dewan. Tapi seharusnya jangan seperti itu karena kita mau membantu juga," sambungnya.

Ancaman tidak datang pada saat itu sana, Deden berujar, dirinya juga sempat beberapa kali kembali mendapat ancaman serupa. Satu di antaranya, leher Deden pernah dikalungkan clurit saat hendak menuju ke lokasi kebakaran di daerah Poncol, Senen, Jakarta Pusat pada 2008 silam.

Saat itu, seorang warga yang mengancam dengan clurit meminta Deden yang sedang mengemudikan mobil pemadam kebakaran untuk mengambil jalur lain menuju ke lokasi. Dengan belaga seperti seorang pemimpin regu, alih-alih menunjukan jalan yang benar, warga dengan celurit di tangannya itu malah tambah menghambat kerja petugas pemadam kebakaran.

Petugas berusaha memadamkan api yang membakar Vihara Samudra Bhakti di Bandung, Jawa Barat, Selasa (5/2). [ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi]
Petugas berusaha memadamkan api yang membakar Vihara Samudra Bhakti di Bandung, Jawa Barat, Selasa (5/2). [ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi]

Padahal, kata Deden, saat itu dirinya mengendarai mobil dalam iring-iringan kedua yang berdasarkan prosedur harus mengekor dengan mobil pertama di depannya. Tujuannya ialah sebagai mobil penyuplai air.

"Pas datang ke TKP dengan mobil kedua, ada warga yang ikut mobil saya sambil megang celurit. Saya diancam clurit di leher, diancam bahwa mobil kedua harus ikutin dia. Ternyata sampai di sana gak bisa kerja karena jalur sempit, akhirnya tarik selang dan Alhamdulillah bisa," turut Deden.

Alih-alih kesal dan marah akan perlakuan dan intimidasi dari masyarakat, Deden justru memaklumi tindakan masyarakat tersebut. Ia menilai, masyarakat terlebih saat melihat kobaran api melahap rumah dan lingkungannya sedang dalam pikiran kacau dan despresi. Sehingga sampai membuat perlakuan kekerasan terhadap pemadam kebakaran.

Petugas pemadam kebakaran berusaha mengeluarkan kepulan asap seusai terjadi kebakaran di pusat belanja Pejaten Village, Jakarta, Selasa (13/11). [ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso]
Petugas pemadam kebakaran berusaha mengeluarkan kepulan asap seusai terjadi kebakaran di pusat belanja Pejaten Village, Jakarta, Selasa (13/11). [ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso]

Ia bersama rekan sesama profesinya hanya bisa diam sambil tetap fokus memadamkan api. Terkadang, Deden juga turut mengajak warga sekitar untuk melakukan pemadaman langsung seperti haknya yang dilakukan petugas dengan cara ikut memegang selang air.

"Saya pribadi bersama teman-teman kita ajak masyarakat ikut memadamkan biar masyarakat tahu tingkat kesulitan memadamkan api. Karena ada teknisnya, tidak semudah itu asal memadamkan dengan menyemprotkan air," kata Deden.

Baca Juga: Nenek 70 Tahun Tewas Dalam Kebakaran Rumah Besar di Depok

Pandangan negatif lainnya dari masyarakat lantaran kedatangan pemadam kebakaran di lokasi kejadian sering dinilai lambat juga didapatkan petugas. Seperti yang dialami oleh Fajar selaku Kepala Regu Rescue di Kantor Pemadam Kebakaran Sektor Tamansari, Jakarta Barat.

Fajar menjawab pandangan negatif masyarakat akan pemadam kebakaran. Menurutnya, petugas sudah berupaya semaksimal mungkin untuk tiba di lokasi tepat waktu. Namun karena peristiwa kebakaran yang tidak bisa diprediksi dan lokasinya yang belum diketahui secara pasti membuat petugas harus melakukan persiapan.

Pemadam Kebakaran Sektor Tamansari, Jakarta Barat. (Suara.com/Novian)
Pemadam Kebakaran Sektor Tamansari, Jakarta Barat. (Suara.com/Novian)

Ditambah dengan situasi lalu lintas saat mobil pemadam kebakaran menuju ke lokasi kejadian. Faktor macetnya jalan, kata Fajar, juga menjadi sebab petugas memerlukan waktu lebih untuk sampai ke tempat kejadian.

"Karena anggapan masyarakat ke kita selalu telat karena memang peritiswa itu gak ada janjian, nggak ada lokasi pastinya, dadakan makanya di TKP kebakaran nggak pernah ada sama persis," katanya.

Tepat pada Dirgahayu dan HUT ke-100 Pemadam Kebakaran, Fajar beserta pemadam kainnya berharap tidak ada lagi bentuk ancaman dan intimidasi dari masyarakat. Serta mengharapkan juga kejayaan dan kemajuan bagi seluruh pemadam kebakaran di usianya yang sudah menginjak satu abad.

"Semoga makin dicintai sama masyarakat dan jangan dianggap negatif karena niatnya mau tolong masyarakat yang sedang kesusahan kena musibah.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI