FACE of JAKARTA: Hikayat Proyeksionis Terakhir Bioskop Senen

Sabtu, 16 Maret 2019 | 07:10 WIB
FACE of JAKARTA: Hikayat Proyeksionis Terakhir Bioskop Senen
Bioskop Senen, Grand Theater dan Mulia Agung Theater. (Suara.com/Yasir)

Pada tahun 2005, kata Dani, akhirnya dirinya pun pergi merantau ke Jakarta. Dani mengatakan sempat bekerja sebagai pengantar jeruk di pasar induk Keramat Jati, Jakarta Timur bersama saudaranya. Namun, Dani mengaku tidak teralalu nyaman dengan profesi barunya itu. Sesekali, Dani pun kerap menghilangkan rasa kepenatanya itu dengan menonton film di beberapa bioskop di Jakarta seperti bioskop Nirwana Pasar Minggu dan di Taman Mini.

Bioskop Senen, Grand Theater dan Mulia Agung Theater. (Suara.com/Yasir)
Bioskop Senen, Grand Theater dan Mulia Agung Theater. (Suara.com/Yasir)

Suatu ketika, Dani mengatakan saat dirinya hendak mengantarkan jeruk ke pasar Senen sekitar akhir tahun 2007 dirinya melihat ada sebuah bioskop Grand Theater dan Mulia Agung Theater. Saat itu, dirinya pun kerap menyempatkan diri untuk menonton biskop di Grand Theater dan Mulia Agung Theater tiap kali mengantar jeruk ke pasar Senen. Sampai pada akhirnya, di tahun 2008 dirinya memberanikan diri untuk menanyakan lowongan pekerjaan dan melamar sebagai proyeksionis di sana.

Pasca bioskop Grand Theater dan Mulia Agung Theater tutup, Dani mengaku masih tinggal di sana sebagai penjaga gedung dan penjual DVD. Dani menuturkan dirinya biasa tidur di ruangan bekas kantor gedung bioskop. Di ruang berukuran sekitar 4x5 meter itu Dani masih menyimpan tiga unit proyektor analog keluaran tahun 1980an. Dua unit proyektor analog ukuran roll film 16 mm dan satu unit ukuran roll film 35 mm.

Sebuah kertas putih berukuran 1x1 meter tampak menempel di dinding kamar Dani. Kertas tersebut sebagai layar jika Dani hendak memutar film untuk sekadar bernostalgia.

“Ya disini lah saya biasa memutar beberapa film untuk mengenang kembali profesi saya sebagai proyeksionis sekaligus memanaskan mesin,” ucapnya.

Selain itu, Dani juga mengungkapkan masih menyimpan beberapa poster dan roll film. Beberapa roll film yang masih di simpan Dani di antaranya film berjudul "Jamila dan Sang Presiden", "Benyamin Biang Kerok", dan "Cintaku di Rumah Susun". Dani mengatakan beberapa roll film lainnya terpaksa dijual kepada kolektor untuk menutupi kebutuhan makannya. Satu roll film Dani mengaku biasa menjual sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu.

Bioskop Senen, Grand Theater dan Mulia Agung Theater. (Suara.com/Yasir)
Bioskop Senen, Grand Theater dan Mulia Agung Theater. (Suara.com/Yasir)

“Naah ini film Jamilah dan Sang Presiden yang main Atiqah Hasiholan kalau sutradaranya Ratna Sarumpaet ibunya, yang hoaks itu,” tutur Dani sambil tertawa.

Lebih lanjut, Dani pun mengajak Suara.com untuk menyusuri ­gedung bioskop Grand Theater. Gedung tersebut tampak kumuh dan berdebu. Pada bagian lobi bioskop terdapat beberapa mesin ATM yang telah tidak berfungsi diletakan di depan loket pembelian tiket. Di atas dinding loket tersebut juga tertulis jadwal pemutaran film yang dimulai pukul 15.00 -17.00 WIB dan 19.00-21.00 WIB.

Kemudian, Dani pun mengajak memasuki ruang studio Grand Theater 1. Saat membuka pintu studio tersebut ruangan tersebut tampak gelap dan berdebu. Nafas pun terasa begitu sesak. Beberapa kursi penonton tampak rusak. Selain itu, bangunan di studio tersebut pun sebagain sudah tampak keropos, beberapa kayu dan material rerentuhan bangunan tampak berserakan. Sementara itu, puluhan mesin ATM rusak juga tersimpan di studio yang mampu menampung penonton hingga 1.500 orang itu.

Baca Juga: Aksi Bapak-bapak Merokok di Bioskop Ini Bikin Kesal Warganet

“Sekarang studio ini jadi gudang buat nyimpen mesin ATM sama pemilik gedung,” ungkapnya.

Bioskop Senen, Grand Theater dan Mulia Agung Theater. (Suara.com/Yasir)
Bioskop Senen, Grand Theater dan Mulia Agung Theater. (Suara.com/Yasir)

Setelah itu, Dani pun mengajak ke sebuah ruangan proyektor Grand Theater 1 tempat dirinya bekerja saat bioskop tersebut masih beroperasi. Letak ruangan tersebut berada di atas bangku penonton paling belakang. Untuk menuju ruangan tersebut harus menaiki beberapa anak tangga yang telah keropos, berdebu dan tampak kumuh. Disana terdapat dua mesin proyektor berukuran besar yang telah rusak dan berkarat.

Di ruang proyektor tersebut terdapat lubang berukuran sekitar 40x40 cm. Lubang tersebut diergunakan Dani untuk memantau saat berjalannya pemutaran film.

“Nah inilah akhir daripada kondisi bioskop Grand Theater sekarang begini keadaanya, yang dulunya bioskop ini pernah berjaya tahun 60 dan 80-an,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI