Suap Bakamla, KPK Tetapkan Empat Tersangka Baru

Rabu, 31 Juli 2019 | 19:05 WIB
Suap Bakamla, KPK Tetapkan Empat Tersangka Baru
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta. [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan empat tersangka terkait pengembangan penyidikan dalam kasus suap pengadaan dan penganggaran satelit monitoring di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI).

Empat orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini adalah Ketua Unit Layanan Pengadaan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Leni Marlena dan Anggota Unit Layanan Pengadaan Bakamla RI, Juli Amar Ma'ruf, Direktur Utama PT. CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno dan Bambang Udoyo selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Bakamla RI.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, para tersangka diduga bersama-sama melakukan penyelewangan untuk memperkaya diri dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 54 miliar.

"Mereka diduga secara bersama-sama dengan Bambang Udoyo melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," kata Alex di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).

Menurutnya, kasus korupsi pengadaan BCSS bermula pada 15 April 2016 setelah Bambang Udoyo diangkat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi, Hukum, dan Kerjasama Keamanan dan Keselamatan Laut. Kemudian, selang beberapa bulan pada 16 Juni 2016, tersangka Leni dan Jamal menjabat sebagai Ketua dan Anggota Unit Layanan Pengadaan di Lingkungan Bakamla Tahun Anggaran 2016.

"Untuk anggaran 2016 terdapat usulan anggaran untuk pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BESS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebesar Rp 400 miliar yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamla RI," kata dia.

Alex mengatakan anggaran untuk pengadaan BCSS yang teritegrasi dengan BIIS belum dapat dicairkan. Di mana, ULP Bakamla RI tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan.

Alex menyebut pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla RI, mengumumkan lelang Pengadaan BCSS yang telah terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran sebesar Rp 400 miliar dan nilai total Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp 399,8 miliar.

Sebulan kemudian, PT. CMIT ditetapkan selaku pemenang dalam pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS.

Baca Juga: KPK Periksa Direktur PT ME hingga Inneke Koesherawati Terkait Suap Bakamla

Meski begitu, pada Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran dari Kementerian Keuangan. Meskipun, anggaran Kementerian Keuangan untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang.

Setelah mendapatlan lapiran tersebut, mereka tetap melakulan negosiasi dalam bentuk Design Review Meeting (DRM) antara pihak Bakamla RI dan PT. CMIT terkait dengan pemotongan anggaran untuk pengadaan.

"Jadi, negosiasi yang dilakukan adalah negosiasi biaya untuk menyesuaikan antara nilai pengadaan dengan nilai anggaran yang disetujui/ditetapkan oleh Kementerian Keuangan serta negosiasi waktu pelaksanaan," ujar Alex

Sehingga kesepakatan terjadi, pada 18 Oktobee 2016, menghasilkan harga pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS menjadi sebesar Rp170,57 miliar. Waktu pelaksanaannya pun dipotong dari dari 80 hari kalender menjadi 75 hari kalender.

"Kontrak pengadaan ditandatangani BU (Bambang Udoyo) selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Rahardjo Praselaku Direktur Utama PT CMIT dengan nilai kontrak Rp170,57 miliar termasuk PPN. Kontrak tersebut anggarannya bersumber dari APBN-P TA 2016 dan berbentuk lump sum (pembayaran yang dilakukan sekaligus dalam satu waktu)," kata Alex.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Leni Marlena dan Juli Amar Ma'ruf disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI