Apabila perpanjangan penahanan sudah tidak dimungkinkan, sidang perkara pidana dapat dilaksanakan di rutan atau lapas terbuka untuk publik melalui media internet (live streaming) atau melaksanakan sidang melalui video conference.
Aturan berikutnya, lanjut Nirwan, adalah Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang telah diubah dengan UU No. 31 tahun 2014 yaitu dalam Pasal 9 memungkinkan digunakan 'teleconference' dalam pemeriksaan pada persidangan, sebagai berikut
Pertama, saksi dan/atau korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa.
Kedua, saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut.
Ketiga, Saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang.
Nirwan juga menyebutkan ada enam peraturan perundang-undangan yang mengatur sidang teleconference yakni UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
Selanjutnya, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No. 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
"Yang keenam, UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak," kata Nirwan.
Sumber: Antara
Baca Juga: Ada Wabah Corona, Mahasiswa Unesa Sidang Skripsi Online dari Kamar Kos