Suara.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian mengapresiasi kritik publik terhadap pelatihan-pelatihan online berbayar yang digawangi Ruangguru dalam Kartu Prakerja.
Salah satu kritik yang dimaksud adalah dari Agustinus Edy Kristianto, mantan Direktur Yayasan LBH Indonesia sekaligus jurnalis senior.
Namun, Donny justru menilai kritik Edy mengesampingkan hak orang yang lebih membutuhkan Kartu Prakerja.
"Kalau ada orang-orang yang mencoba-coba sistem. Saya kira bagus upaya tersebut tapi cara itu sudah mengesampingkan hak orang yang sebenarnya lebih membutuhkan kartu pra kerja," ujar Donny saat dihubungi Suara.com, Jumat (1/5/2020).
Pasalnya, Donny mengklaim, antusiasme pendaftar Kartu Prakerja cukup besar.
Seharusnya, kata Donny, yang mendaftar adalah orang-orang yang terkena PHK atau kehilangan pekerjaan.
"Karena kartu prakerja animonya cukup besar, pendafatrnya cukup besar jadi mereka yang terdampak covid-19 ini sangat membutuhkan," ucap dia.
Lebih lanjut, Donny menyarankan kalau ingin memberi masukan kepada pemerintah, bukan dengan cara mendaftarkan diri sebagai penerima Kartu Prakerja. Sebab hal tersebut bisa mengebiri hak calon penerima Kartu Prakerja.
"Pesan kami adalah kalau ingin memberikan masukan untuk sistem itu jangan dengan cara mendaftarkan diri. Karena itu bisa mengebiri hak orang lain sebenarnya lebih membutuhkan Kartu Prakerja," katanya.
Baca Juga: Pengajar Protes Materinya Dikomersialkan via Kartu Prakerja, Ruangguru Diam
Sebelumnya, Agustinus Edy Kristianto, mantan direktur Yayasan LBH Indonesia sekaligus jurnalis senior, membagikan pengalamannya ketika mencoba mendaftarkan diri dalam program Kartu Pra Kerja.
Ia menceritakan rincian kisahnya melalui Facebook yang ia bagikan pada Rabu (29/3/2020).
Agustinus mendaftar Kartu Prakerja pada 16 April 2020 lalu.
Lalu pada 29 April 2020 Agustinus lulus pelatihan dan mendapat sertifikat berjudul "Jurnalistik: Menulis Naskah Berita Seperti Jurnalis Andal" yang bertanda tangan Adamas Belva Syah Devara, CEO Skill Academy Ruangguru.
Sebagai seorang jurnalis, Agustinus bertanya-tanya mengapa Belva yang tidak pernah berkecimpung di dunia pers bisa menandatangani sertifikat tersebut.
"Sebuah sertifikat yang bukan dari pihak yang berkompeten dalam dunia pers, semacam Dewan Pers, Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), atau Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogyakarta (LP3Y)," kata Agustinus dalam keterangannya.