7 Tapol Papua Dituntut Belasan Tahun Bui, Salah Satunya Ketua BEM Uncen

Sabtu, 06 Juni 2020 | 00:33 WIB
7 Tapol Papua Dituntut Belasan Tahun Bui, Salah Satunya Ketua BEM Uncen
Mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo saat menjalani sidang kasus dugaan makar di Papua. (istimewa).

Suara.com - Jaksa Penuntut Umum menuntut 7 tahanan politik Papua kurungan penjara bervariasi mulai dari lima sampai belasan tahun dengan pasal makar dalam aksi unjuk rasa di Kota Jayapura, Papua pada Agustus 2019 lalu, buntut tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Ketujuh tapol tersebut mendapat tuntutan penjara dengan masa tahanan yang berbeda; Mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo (10 tahun), Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay (10 tahun), Hengky Hilapok (5 tahun), Irwanus Urobmabin (5 tahun).

Kemudian, Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni (17 tahun), Ketua KNPB Mimika Steven Itlay (15 tahun), dan Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay (15 tahun).

Jaksa penuntut umum dalam persidangan beruntun pada 2 sampai 5 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan, menuntut mereka semua dituntut dengan 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Makar.

Mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo merasa sangat kecewa dengan tuntutan berat dari JPU itu tidak sesuai dengan fakta kejadian dan fakta persidangan.

"Kalau betul apa yang kami perbuat lalu dituntut seperti itu kami terima, tapi ini betul-betul tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan pada saat demo juga maupun dalam persidangan, sekali lagi saya minta dukungan kepada semua orang di luar terutama teman-teman mahasiswa, masyarakat dukung kami dalam doa juga solidaritas menyuarakan pembebasan kami, agar pada saat keputusan vonis nanti bisa kami bebas, kami mohon dukungan," kata Ferry Kombo melalui video singkatnya, Jumat (5/6/2020).

Dia menyebut rakyat Papua selalu didiskriminasi baik di kehidupan nyata meski sudah berhadapan dengan hukum pengadilan sekalipun.

"Kami sudah korban rasisme, lalu di dalam persidangan pun kami sudah dilakukan yang namanya diskriminasi terhadap kami orang papua, karena itu tidak sesuai dengan fakta persidangan maupun fakta waktu kami demo," tegasnya.

Ketujuh tapol Papua itu kini dititipkan di Rutan Klas II B Balikpapan, Kalimantan Timur dari Papua dengan alasan keamanan, mereka menjalani proses peradilan dengan berkas yang berbeda satu sama lain di Pengadilan Negeri Balikpapan sejak Januari 2020 lalu.

Baca Juga: Ngaku Tak Pernah Dinafkahi, Melliany Habis-habisan Digebuki Suami di Jalan

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI