Suara.com - Seorang wanita di China menolak untuk menjual rumah, dan memaksa pihak berwenang untuk membangun jalan di atas rumahnya.
Menyadur News.com.au, Sabtu (8/8/2020), otoritas China membuat keputusan untuk tetap membangun jalan raya, meskipun ada sebuah rumah milik seorang wanita karena menolak untuk menjualnya.
Rumah wanita itu terletak di sebuah lubang di tengah-tengah jalan raya empat jalur, menurut stasiun TV Guangdong.
Rekaman yang dirilis oleh media lokal menunjukkan rumah kecil itu terjepit di antara dua jalur Jembatan Haizhuyong yang baru dibuka di Guangzhou.
Pemerintah China ingin wanita itu menjual rumahnya kepada mereka selama 10 tahun terakhir, tetapi dia menolak untuk mengalah.
Wanita itu, yang mengaku ditawari rumah baru yang tidak bagus, juga menolak tawaran pemerintah untuk tempat baru di samping kamar mayat.
Bangunan tersebut dikenal sebagai "rumah paku" - atau "dingzihu" dalam bahasa Mandarin - karena pemilik rumah menolak kompensasi dari pengembang untuk menghancurkannya.
Sebaliknya, wanita itu tetap tinggal di rumahnya dan sekarang akan mendengar ribuan mobil yang melewati rumahnya melalui Jembatan Haizhuyong.
Namun, wanita tersebut mengaku tidak masalah dengan situasi barunya, ia mengatakan bahwa senang terhadap konsekuensinya dan tidak keberatan dengan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya.
Baca Juga: Pengiriman HP 5G Diprediksi Capai 250 Juta Unit di 2020
"Anda pikir lingkungan ini buruk, tapi saya merasa tenang, membebaskan, menyenangkan dan nyaman," katanya dikutip dari The Sun.
Ini bukan pertama kalinya fenomena tersebut terjadi di China.
Salah satu contoh yang paling terkenal adalah di kota Wenling di mana pasangan tua menolak untuk pindah dan jalan dibangun di sekitar rumah mereka.
Dikutip dari The Guardian, rumah Luo Baogen dan istrinya menjadi viral di tahun 2012 karena menolak dibongkar saat akan dibangun jalan raya.
Jalan raya itu mengarah ke stasiun kereta api yang baru dibangun di pinggiran kota Wenling di provinsi Zhejiang.
Luo mengatakan biaya pembangunan rumah itu 600.000 yuan (sekitar Rp 1,2 miliar), tetapi pihak berwenang telah menawarkan jauh lebih sedikit untuk memindahkannya.