Di sisi lain, menurut dia, munculnya gerakan-gerakan seperti ini menunjukkan sedang ada masalah serius menggelisahkan masyarakat. Inilah poin paling penting yang seharusnya kita perhatikan, katanya.
Menurut Fadli Zon, mMasyarakat menilai, sesudah dua puluh tahun Reformasi, hampir semua tuntutan saat Reformasi kini sedang dijegal. Dulu kita menentang korupsi, misalnya, namun kini lembaga anti-korupsi justru dilemahkan.
"Dulu menentang nepotisme, kini nepotisme dianggap biasa. Semua itu telah mencederai rasa keadilan masyarakat.Pada saat bersamaan, kanal-kanal politik yang seharusnya dapat menyalurkan kegelisahan publik dianggap macet. Semakin sedikit juru bicara rakyat," kata dia.
Begitu juga halnya dengan saluran-saluran ekstra parlementer. Perguruan tinggi dan intelektual kampus, misalnya, yang mestinya bisa menjaga jarak terhadap kekuasaan, sehingga bisa jernih menangkap kegelisahan publik, kini justru seperti terkooptasi oleh kekuasaan, kata Fadli Zon.
"Hal serupa juga terjadi pada gerakan mahasiswa. Di bawah pemerintahan Presiden @jokowi, gerakan mahasiswa bisa dikatakan mengalami mati suri. Sehingga, munculnya KAMI, yang diusung oleh sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang, adalah bentuk kanalisasi kegelisahan publik. Kemunculan KAMI adalah hal biasa dalam demokrasi. Bahkan, bagi saya, kehadiran mereka merupakan vitamin bagi demokrasi. Jika gerakan semacam KAMI ini tidak muncul, maka demokrasi kita sebenarnya sedang berada dalam ancaman," katanya.