Dahnil Vs Said Didu Soal Masuk Partai dan Jongos Cukong Kekuasaan

Siswanto Suara.Com
Senin, 21 September 2020 | 10:44 WIB
Dahnil Vs Said Didu Soal Masuk Partai dan Jongos Cukong Kekuasaan
Jubir Menhan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak. (Suara.com/Arga).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Terminologi cukong dalam beberapa pekan terakhir kembali jadi bahasan setelah diucapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

Mahfud mengatakan 92 persen calon kepala daerah dibiayai oleh cukong. Setelah mereka menang, akan lahir korupsi kebijakan. Korupsi kebijakan, kata Mahfud, lebih berbahaya dari korupsi duit.

Ketika menjadi salah satu pembicara dalam diskusi bertajuk Memastikan Pilkada Sehat: Menjauhkan Covid-19 dan Korupsi, Jumat (11/9/2020), yang dapat ditonton publik melalui kanal Youtube Pusako FH Unand, disebutkan, korupsi kebijakan itu bisa bebentuk lisensi pengusaan hutan, lisensi penguasan tambang, dan lain-lain yang tumpang tindih.

Itulah sebabnya, Mahfud meminta jangan biarkan praktik semacam itu terjadi sehingga merusak tatanan. Dia ingatkan, tujuan pilkada itu untuk melahirkan demokrasi yang berkualitas serta menjauhkan dari korupsi.

Pernyataan Mahfud ditanggapi Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain dengan pertanyaan yang menjurus.

"Gempar...! Mahfud MD: 92 persen kepala daerah dibiayai cukong. Kemudian membayarnya dengan kebijaksanan saat menjabat. Republik cukong dong... O, ya prof, presidennya dulu dibiayai cukong juga, kah...? Nanya..." kata Tengku melalui akun Twitter yang dikutip Suara.com.

Ketika memberikan pernyataan itu, Mahfud tidak menyebutkan siapa saja cukong yang bermain mata dengan calon kepala daerah.

Menurut Tengku, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) jauh lebih berani mengungkap cukong ketimbang Mahfud.

"Ahok malah lebih berani ungkapkan perihal cukong dibandingkan Profesor Mahfud MD...? Hemm..." kata Tengku.

Baca Juga: Ke Jubir Prabowo, Didu: Apa Salah Jika Saya Tak Siap Jadi Jongos Cukong?

Tengku memposting link berita media online untuk memperkuat pernyataannya.

Dalam acara yang berbeda, Mahfud menilai pilkada yang diselenggarakan secara langsung atau lewat DPRD sama-sama berpotensi terjadi politik uang.

Dalam webinar bertajuk Pilkada dan Konsolidasi Demokrasi Lokal yang diselenggarakan oleh MMD Initiative di Jakarta, Mahfud mengatakan potensi terjadinya politik uang pada dua sistem pemilihan itu sama saja hanya berbeda modelnya saja.

"Sama-sama ada money politics-nya, mau eceran atau mau borongan kan begitu, kan sama-sama tidak bisa dihindari," kata dia dalam laporan Antara.

Mahfud mengatakan dulu ketika ada perdebatan soal pilkada harus langsung atau tidak, sudah pernah menyampaikan, bahkan ditulis di keputusan MK, bahwa potensi politik uang di pilkada sama saja.

"Kalau pilihan langsung kepada rakyat itu money politics-nya eceran, kalau lewat DPRD itu borongan, bayar ke partai, selesai. Kalau ke rakyat seperti sekarang ini, bayar ke botoh-botoh, pada rakyat pakai amplop satu-satu," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI