"Jika ada pengaduan buzzer-buzzer tertentu diproses secara adil dan transparan, gitu saja," ujar Donny, Jumat (4/9/2020).
Pemerintah, kata Donny, tak bisa menertibkan para buzzer di media sosial lantaran keberadaan buzzer bukan diorganisir pemerintah.
"Menertibkan itu kan berarti pemerintah mengorganisir, kalau saya organisir buzzer saya tertibkan. Tapi kalau mereka bekerja sendiri kan kita tidak bisa apa-apa. Kecuali ada aduan, mereka merugikan, silakan mereka diproses," kata dia.
Donny menegaskan pemerintah tidak pernah menggunakan buzzer dalam membenarkan kebijakan pemerintah.
"Tidak pernah, buzzer kerja independen, inisiatif sendiri baik pribadi maupun kelompok untuk membenarkan kebijakan pemerintah, tapi pemerintah tidak pernah meminta itu," tutur Donny.
"Pemerintah bekerja, kemudian menyampaikan hasil pekerjaannya atau kebijakannya melalui jubir yang ada. Jika ada pihak-pihak yang menyerang, membela, itu sesuatu yang alamiah. Ada pihak yang membela, ya memang begitu dinamika media sosial. Jangankan pemerintah, pribadi pun ketika diserang ada yang membela kan," kata Donny.
Pemerintah menggunakan jasa influencer untuk sosialisasi kebijakan.
"Influencer tidak dipakai untuk meneruskan pesan ke buzzer. Influencer dipakai untuk menyampaikan kebijakan pemerintah yang memang benar, begitu. Misalnya pariwisata, membantu sosialisasikan destinasi wisata, itu kan positif-positif saja, influencer kan banyak follower, subscriber," ujarnya.
"Kalau menyampaikan hal positif kan tidak salah, tapi ketika memanipulasi fakta, fitnah, menyebarkan kebencian, itu tidak benar. Pemerintah tidak pernah menggunakan influencer untuk menyampaikan hal yang tidak benar," Donny menambahkan.
Baca Juga: 14 BUMN Mau Dilebur, Makin Sempit Kursi Komisaris, Makin Banyak yang Teriak
Lebih lanjut, Donny mengatakan masyarakat saat ini sudah cerdas membedakan mana buzzer mana yang bukan.