Pengalaman Sri Lanka ini memunculkan spekulasi bahwa China sengaja merencanakan diplomasi perangkap utang melalui pembebanan kredit yang berlebihan dengan dugaan berniat untuk mengeksploitasi ekonomi dari negara pengutang.
Persyaratan pinjaman dari China untuk proyek BRI juga menjadi pertanyaan bagi para ahli ekonomi. Pasalnya, pencairan pinjaman untuk setiap proyek BRI mewajibkan negara mitra untuk membeli 70% bahan baku dan mempekerjakan para pekerja China. Kebijakan yang lebih memihak pada investor China ini tentunya akan semakin memberatkan pelaku industri lokal.
Selain itu, perjanjian antara kedua negara yang mendorong penggunaan mata uang China dan Indonesia dalam transaksi luar negeri China dan Indonesia juga akan mendatangkan risiko besar bagi Indonesia.
Salah satu alasan mengapa kesepakatan tersebut dapat berakibat negatif pada kestabilan ekonomi Indonesia adalah karena China sering mendevaluasi mata uangnya. Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan devaluasi dilakukan oleh Cina dengan tujuan melindungi ekonominya. Pada 2019, misalnya, China mendevaluasi Yuan untuk membuat barang-barang produksi China lebih murah akibat dampak negarif dari perang dagang dengan Amerika Serikat.
Ketika Yuan didevaluasi, produk China akan menjadi lebih murah dan kompetitif di pasar internasional. Jika Indonesia mulai intensif menggunakan Yuan sebagai konsekuensi atas perjanjian di atas, barang impor dari China bisa membanjiri pasar lokal karena harganya yang murah dan ini dapat menghantam pasar domestik.
Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia juga sudah memperingatkan dampak negatif terhadap semakin bergantungnya Indonesia terhadap Cina. Dia mengatakan bahwa penurunan 1% dalam pertumbuhan ekonomi China akan turut membawa penurunan sebesar 0,3% bagi Indonesia.
Implikasi Politik
Terlepas dari implikasi ekonomi, ketergantungan Indonesia yang semakin meningkat pada China juga akan mengakibatkan dampak politik yang serius pula. Sebagai contoh, kondisi tersebut dapat menyebabkan Indonesia kesulitan untuk memberikan perlawanan yang tegas atas China yang semakin agresif di Laut China Selatan.
Dilaporkan bahwa kapal-kapal penangkap ikan dari China sering masuk tanpa izin ke wilayah Indonesia di Laut China Selatan.
Namun, ketergantungan Indonesia pada China dapat menghalangi pemerintah untuk bertindak tegas karena pemerintah enggan kehilangan mitra dagang dan salah satu sumber investasi terbesar negeri ini.
Pada sisi lain, hubungan China dan Indonesia yang semakin intensif ini juga telah meningkatkan sentimen anti-China di Indonesia. Isu ini sesungguhnya telah mengakar kuat di negara ini sejak abad ke-19.
Secara historis, diskriminasi sosial yang dialami oleh penduduk Indonesia keturunan China bersumber dari rasa kecemburuan masyarakat pribumi atas kesuksesan dan kekayaan bisnis golongan masyarakat yang dianggap sebagai pendatang.
Sampai akhirnya kemudian pemerintahan Orde Baru pada akhir 1960-an memanfaatkan isu ini secara politis dengan tujuan untuk sepenuhnya menghapuskan pengaruh komunis di Indonesia. Namun demikian, konflik ini belum selesai.
Meningkatnya pengaruh China ke Indonesia dikhawatirkan akan semakin menyulut sentimen anti-Cina.
Penduduk lokal memiliki ketakutan bahwa pekerja China yang datang akibat dari perjanjian di atas akan mengambil pekerjaan mereka. Kekhawatiran tersebut memicu berbagai protes di seluruh Indonesia, terutama di daerah yang menjadi lokasi proyek-proyek yang didanai China.