Ajak Refleksi Akhir Tahun 2020, Fadli Zon sebut Demokrasi kian Ambruk!

Kamis, 31 Desember 2020 | 19:09 WIB
Ajak Refleksi Akhir Tahun 2020, Fadli Zon sebut Demokrasi kian Ambruk!
Fadli Zon Angkat Bicara Soal Batalnya Acara ILC (YouTube/Fadli Zon Official).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Politisi Fadli Zon membuat sebuah utasan di akun Twitter miliknya. Dalam utasannya itu, dia mengajak masyarakat untuk merefleksikan kejadian-kejadian yang terjadi selama satu tahun ini.

"Refleksi Akhir Tahun. KONSOLIDASI OLIGARKI DI TENGAH PANDEMI. (A Thread)," tulis @Fadlizon.

Diawal utasannya Fadli Zon menyinggung soal kualitas demokrasi yang kian menurun selama pandemi Covid-19.

"Pandemi Covid-19 telah membuat kualitas demokrasi di Indonesia makin merosot. Alih-alih dijadikan momentum memperbesar keberpihakan pada masyarakat, ironisnya pandemi justru telah dijadikan momentum bagi konsolidasi oligarki di Indonesia," terangnya.

Dia menyebut pandemi telah dimanfaatkan oleh sejumlah kalangan elite penguasa untuk mengkonsolidasi kekuasaan dan membela kepentingan mereka sendiri.

Fadli Zon turut mencatat, setidaknya ada empat argumen mengapa demokrasi terus mengalami kemunduran selama setahun terakhir khususnya di era Presiden Jokowi. Dia juga menambahkan alasan mengapa kekuasaan oligarki justru kian terkonsolidasi.

"Pertama, dalam setahun terakhir, pemerintahan Presiden Jokowi telah memandulkan dua lembaga yang menjadi ikon demokrasi di Indonesia, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK)," imbuhnya.

Padahal kata Fadli Zon mengutip dari seorang Profesor Kajian Asia Tenggara di Universitas Michigan Allen Hicken, ada dua lembaga penting yang jadi ikon demokrasi di Indonesia. Dan keduanya, menurut Hicken, telah dikooptasi dan dimandulkan fungsinya di bawah pemerintahan Jokowi, yakni KPK dan MK.

"Kita tahu, menjelang Omnibus Law Cipta Kerja disahkan, pemerintah dan DPR sebelumnya telah mensahkan revisi UU KPK dan UU MK. Sesudah UU MK direvisi, keputusan MK tak lagi bersifat mengikat DPR dan Pemerintah," jelasnya.

Baca Juga: Fadli Zon Sebut Risma Ambil Kerjaan Kadinsos Blusukan di Kolong Jembatan

Selain itu politisi partai Gerindra ini menyebut telah terjadi penurunan indikator vital dalam demokrasi di Indonesia.

"Kedua, terjadi penurunan sejumlah indikator vital dalam Indeks Demokrasi Indonesia. Meskipun indeks demokrasi Indonesia secara agregat membaik, namun menurut BPS (Badan Pusat Statistik) ada beberapa variabel vital yang skornya justru turun, yaitu (1) kebebasan berbicara (turun dari 66,17 poin pada 2018 menjadi 64,29 poin pada 2019); (2) kebebasan berkumpul (turun dari 82,35 poin menjadi 78,03 poin); (3) peran partai politik (turun dari 82,10 poin menjadi 80,62 poin), dan (4) Pemilihan umum yang bebas dan adil (turun dari 95,48 poin menjadi 85,75 poin). Ini adalah variabel yang skornya paling anjlok," ujar Fadli Zon.

Selain empat variabel yang dijelaska Fadli Zon, ada beberapa variabel penting lain yang skornya masih tergolong buruk di bawah 60, yakni ancaman kekerasan yang menghambat kebebasan berekspresi sebesar 57,35 poin, persentase anggota dewan perempuan 58,63 poin, demonstrasi kekerasan 30,37 poin. Dalam pengukuran Indeks Demokrasi Fadli Zon menuturkan skor di bawah 60 dianggap sebagai indikator yang buruk bagi demokrasi.

Lalu, Fadli Zon melanjutkan argumennya tentang kemunduran demokrasi.

"Ketiga, kekuasaan makin terkonsentrasi di tangan Presiden dan eksekutif. Bayangkan, dengan bekal kekuasaan menerbitkan Perppu, Presiden kini bisa mengubah lebih dari lima undang-undang sekaligus, tanpa perlu lagi persetujuan DPR RI," tukasnya.

Fadli Zon memberikan contoh dari Perppu yang dikeluarkan Presiden dan eksekutifnya, yakni Perppu Corona 2020. Perppu tersebut Fadli jelaskan telah mengubah delapan pasal sekaligus, yaitu UU MD3 yang mengatur kewenangan DPR, UU Keuangan Negara, UU Perpajakan, UU Kepabeanan, UU Penjaminan Simpanan, UU Surat Utang Negara, UU Bank Indonesia, dan UU APBN 2020.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI