Ajak Refleksi Akhir Tahun 2020, Fadli Zon sebut Demokrasi kian Ambruk!

Kamis, 31 Desember 2020 | 19:09 WIB
Ajak Refleksi Akhir Tahun 2020, Fadli Zon sebut Demokrasi kian Ambruk!
Fadli Zon Angkat Bicara Soal Batalnya Acara ILC (YouTube/Fadli Zon Official).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Selain itu, hanya dengan satu draf RUU, kini Presiden bisa mengubah 79 undang-undang sekaligus, seperti terjadi dengan Omnibus Law Cipta Kerja. Perppu Corona dan Omnibus Law Cipta Kerja bukan hanya telah memperbesar kekuasaan Presiden di bidang legislatif, tapi juga memperbesar kekuasaan Presiden di bidang yudikatif. Ini adalah cermin kemunduran demokrasi yang sangat kentara," tulisnya.

Pada argumen terakhir, Fadli Zon memaparkan bahwa Amandemen UUD 1945 telah memberi perisa yang besar untuk Presiden

"Dan keempat, kian besarnya impunitas yang dimiliki Presiden. Amandemen UUD 1945 sebenarnya telah memberikan perlindungan yang sangat besar kepada Presiden. Kini, Presiden tak bisa lagi dengan mudah dijatuhkan oleh DPR RI," jelasnya.

Fadli Zon menjelaskan hal itu membuat Presiden dan jajarannya tak lagi bisa diajukan ke muka pengadilan jika ada kebijakannya yang dianggap menyeleweng melalui Perppu Corona, haatzaai artikelen, dan lesse majeste. Walau begitu beberapa pasal mengenai penghinaan terhadap Presiden sudah dicabut oleh MK pada 4 Desember 2006.

Fadli Zon turut memberitahu bahwa Presiden B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tak pernah menerapkan haatzaai artikelen selama menjabat presiden. Hal itu ia dapat dari penjelasan Prof. Mardjono Reksodipuro, yang menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan di MK pada 2006.

Tak hanya itu, dia juga menuliskan bahwa menurut catatan Human Rights Watch, perkara terkait pasal haatzaai artikelen juga lese majeste meningkat lagi sejak Megawati menjadi presiden hingga kemudian dicabut MK pada akhir 2006.

Tentu saja itu menjadi sebuah kemunduran praktik demokrasi yang tak baru saja terjadi. Menurut Fadli Zon mengutip ucapan Indonesianis dari Australian National University, Tom Power, gambaran tentang penurunan kualitas demokrasi di Indonesia sebenarnya telah nampak sejak paruh terakhir masa jabatan pertama Presiden Jokowi.

"Ini bisa dilihat dari kecenderungan lembaga-lembaga tinggi negara yang makin partisan dan terkooptasi. Semakin nyata represi terhadap kelompok oposisi. Selain itu, terjadi kecenderungan stigmatisasi terhadap aspirasi politik Islam. Di bawah Jokowi menurut Tom, akuntabilitas pemerintah makin surut dan pilihan-pilihan demokratis jadi kian terbatasi," terangnya.

Dia turut mencatat Presiden Jokowi telah didukung oleh tiga perempat kursi parlemen Indonesia dan sebagian besar taipan media nasional. Hal itu bagi Fadli Zon telah membuat pemerintahan sekarang ini jadi miskin kontrol dan pengawasan.

Baca Juga: Fadli Zon Sebut Risma Ambil Kerjaan Kadinsos Blusukan di Kolong Jembatan

"Belakangan, kondisi demokrasi kita sepanjang 2020 bahkan bukan saja mengalami kemunduran, tapi malah kelumpuhan. Saya melihat kepemimpinan Presiden Jokowi sangat berantakan dalam mengelola pemerintahan, karena tak memiliki filosofi politik yang jelas," imbuhnya.

Dia turut menyinggung sebuah tulisan yang menyebut bahwa “Jokowi tidak pernah menjadi seorang reformis demokrasi seperti yang pendukungnya pikirkan” oelh Ben Blend seorang penulis buku “The Man of Contradictions” (2020).

"Tak heran, di tahun pertama periode kedua pemerintahan ini, bukannya melakukan pembenahan, kualitas demokrasi kita justru semakin ambruk. Meski ketika awal terpilih Presiden Joko Widodo dianggap figur yang dapat membawa semangat demokrasi, karena bukan berasal dari lingkungan elite, namun ia gagal mempraktikkan demokrasi di bawah kekuasaannya," tutup Fadli Zon dalam utasannya itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI