Suara.com - “Kami ingin menyelamatkan Sinuhun, yang lain kami tidak peduli karena bukan siapa-siapa. Yang bukan siapa-siapa ojo melu omongan [jangan ikut bicara]. Membuat runyam keadaan, ini saatnya menyelamatkan Keraton Solo apapun caranya. Semoga pandemi segera selesai, dan kembali masuk bekerja,” kata Gusti Kanjeng Ratu Wandansari Koes Moertiyah atau biasa disapa Gusti Moeng, Sabtu (13/2/2021).
Gusti Moeng berharap semua bersedia mengakhiri konflik yang terjadi di dalam keluarga Keraton Kasunanan Solo (Keraton Solo).
Keraton Solo merupakan warisan dinasti Mataram Karaton Surakarta Hadiningrat dan bukti tapak sejarah peradaban bangsa dan itu sebabnya harus diselamatkan, kata Gusti Moeng.
Gusti Moeng berharap penyelesaian konflik yang terjadi sejak 2004 di Keraton Solo dapat dilakukan keluarga dengan damai.
Sebagai Ketua Lembaga Dewan Adat, dia mengajak semua pihak seperti sentono dalem, budayawan, dan masyarakat untuk mencintai Keraton Solo.
“Kepada Keluarga besar Dinasti Mataram Karaton Surakarta Hadiningrat diimbau untuk tetap kompak bersatu bergotong royong sesuai kemampuan dan kapasitasnya untuk menyelamatkan Karaton Surakarta Hadiningrat bersama-sama pemerintah Indonesia, para pecinta dan pemerhati budaya, juga segenap abdidalem maupun kawuladalem di dalam dan luar negeri,” kata Gusti Moeng dalam laporan Solopos.com.
Pesan tersebut disampaikan setelah dia bersama Gusti Timoer Rumbai, serta dua orang abdi dalem penari dan seorang sentono dikurung di Keraton Solo sejak Kamis (11/2/2021) yang membuat konflik kembali memanas.
Mereka mengaku dikurung tanpa diberi logistik maupun listrik hingga terpaksa makan dedaunan serta tidur beralas tikar.
Belakangan, kegaduhan mereda setelah lima orang tersebut berhasil keluar pada Sabtu siang sekitar pukul 14.50 WIB.
Baca Juga: Jokowi Dinilai Bisa Redam Geger Keluarga Keraton Solo
Perlu Peran Jokowi
Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma, Heri Priyatmoko, menilai konflik yang terjadi di dalam Keraton Kasunanan Surakarta tidak memberi teladan kepada masyarakat.
Menurut dia dibutuhkan peran Presiden Joko Widodo untuk meredam konflik di Keraton Solo.
“Gegeran kali ini bukan hanya memperlihatkan ketidakakuran mereka, tapi juga kondisi fisik Keraton Solo yang rusak parah. Itu cukup mengagetkan publik. Presiden saya kira harus secepatnya bertindak (mengatasi kondisi fisik Keraton Solo),” kata dia.
Kisah 'putri terkunci' baru-baru ini adalah bagian dari perseteruan anak keturunan Pakubuwono XII yang belum juga berakhir. Dilansir dari solopos.com, konflik penguasa Keraton Solo sudah berlangsung hampir 17 tahun.
Konflik berawal dari perebutan tahta setelah PB XII mangkat pada 12 Juni 2004. Kala itu Sang Raja yang tak memiliki permaisuri dan tidak menunjuk putra mahkota. Akibatnya anak keterunan PB XII saling klaim sebagai pewaris tahta. Dua kubu saling mendeklarasikan diri sebagai raja Keraton Solo.