Suara.com - China sedang menggodok Undang-undang baru untuk menekan angka perceraian. Menyadur Insider Selasa (16/02), UU ini mewajibkan masa pendinginan selama 30 hari sebelum pasangan mengajukan perceraian.
Disebutkan, jika salah satu pihak dari pasangan memutuskan untuk membatalkan perceraian selama periode tersebut, pihak yang dirugikan harus mengulang pengajuan cerai dan peraturan 30 hari dimulai lagi dari awal.
Mengetahui proses perceraian akan dipersulit, pasangan suami istri di China langsung panik dan buru-buru mengajukan gugatan sebelum aturan baru itu dimulai.
Cheng Xiao, wakil presiden dan profesor Fakultas Hukum Universitas Tsinghua mengatakan undang-undang itu dibuat untuk mengekang perceraian impulsif.
"Mereka mungkin bertengkar tentang urusan keluarga dan mereka bercerai karena marah. Setelah itu, mereka mungkin akan menyesalinya. Kita perlu mencegah perceraian impulsif semacam ini," katanya.

Undang-undang ini dikhawatirkan menjadi penghalang bagi korban KDRT yang ingin berpisah dari pasangannya namun dilaporkan bahwa aturan baru tak berlaku bagi mereka yang mengalami kekerasan.
Bloomberg melaporkan angka perceraian di China terus meningkat selama 15 tahun terakhir. Pada tahun 2003 ada sekitar 1,3 juta pasangan yang bercerai, tapi tahun 2018, jumlahnya meningkat menjadi 4,5 juta.
Selain China, negara lain yang juga memberlakukan waktu tunggu untuk mengajukan perceraian adalah Maryland di Amerika Serikat yang membutuhkan waktu setahun penuh.
Negara lain seperti Ohio, New York, Wyoming, Virginia, Illinois, Hawaii, New Jersey, Minnesota, Alaska, dan Maine tidak memerlukan waktu tunggu sama sekali.
Baca Juga: Pascapemblokiran Aplikasi China, ByteDance Siap Menjual TikTok India?